.webp)
Awalnya, jaksa bertanya apakah Setya Budi tahu soal intervensi di lelang proyek e-KTP. Saat itu, Setya tak menaruh curiga.
"Ketika Anda dimintai keterangan oleh BPK, Anda merekomendasikan dihentikan. Mereka bilang, 'wah ini nggak berani nih nabrak tembok'. Waktu itu temboknya siapa?" tanya jaksa pada Setya Budi yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (1/2/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi Anda mendengar ini ada intervensi dari pihak tertentu?" tanya jaksa lagi.
"Waktu itu saya nggak berpikiran ke sana. Pokoknya uang besar, proyek besar, tidak boleh gagal kita kan diwanti-wanti pimpinan," ujar Setya Budi.
Selanjutnya, Setya Budi menyebut selama ini proyek yang menuruti saran dari LKPP berlangsung lancar. Bahkan, menurutnya proyek-proyek tersebut bisa lebih efisien.
"Sebenarnya pengalaman kita, kalau menurut kita tuh hasilnya signifikan pak. Beberapa yang kita kawal dengan mulus itu signifikan sekali. Kominfo kita kawal mulus, dari Rp 3 triliun efisien jadi Rp 2,7 triliun," ungkapnya.
Setya Budi menyebut rekomendasi LKPP terkait lelang proyek e-KTP tidak dituruti. Ia kemudian menyebut proyek yang tak menuruti rekomendasi LKPP kemudian berakhir di Pengadilan Tipikor.
"Kita nggak tahu. Tapi saya kasih rekomendasi kok ngeyel banget sih," ujar Setya Budi.
"Apa rekomendasi LKPP itu mengikat?" tanya jaksa.
"LKPP itu kan sama presiden tidak dikasih kewenangan batalin kita advokasi pendampingan. Biasanya kalau rekomendasi tidak dituruti biasanya ketemu di Tipikor sini pak. Jadi kita anu sudah baca itu. Wah pasti 2 tahun kemudian sidang tipikor. Sepuluh kasus besar terbukti pak," jawabnya.
"Saudara kayak paranormal saja," ujar hakim memotong tanya jawab.
Hakim pun mengumpamakan Setya Budi dengan tokoh wayang yang bisa tahu apa yang akan terjadi. "Berarti kalau dunia pewayangan Anda ini Wisanggeni, itu tahu apa yang akan terjadi," ujar hakim. (haf/dhn)
