"Kita antisipasi tahun ini ada beberapa hakim MK yang habis masa tugasnya. Harus ada warning, kalau itu dari pemerintah maupun MA maupun DPR kami mendorong, mendesak agar dibentuk pansel oleh presiden oleh MA dan oleh DPR bukan ditentukan sendiri," kata Busyro di kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Selasa (30/1/2018).
"Belajar dari tiga kasus demoralitas yang tidak ketulungan, yang cukup berbobot kadar demoralisasinya. Butuh pansel yang melibatkan masyarakat sipil," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Busyro: Ada Gejala MK Alami Demoralisasi |
Menurut Busyro, pernah ada putusan MK yang bersifat transaksional bertentangan dengan sikap negarawan yang seharusnya ditunjukkan oleh hakim MK. Padahal, Busyro menyebut, konstitusi merupakan puncak kristalisasi moral dan etika berbangsa.
"Jadi kalau ada keputusan yang ditransaksikan sebagaimana tadi yang saya sampaikan padahal itu dilakukan negarawan, apalagi kalau itu bukan, mohon maaf ya, siapa pun juga, sebetulnya pelacur konstitusi bertopeng negarawan," sambungnya.
Busyro juga menyinggung soal pencabutan judicial review terhadap UU MD3 yang ia ajukan karena Ketua MK Arief Hidayat bertemu dengan anggota DPR. Menurutnya, saat itu ada informasi hakim MK yang menolak gugatannya bertambah sehingga ia khawatir DPR punya legitimasi kuat dalam membentuk pansus hak angket KPK.
"Soal UU MD3 kami ajukan JR (judicial review) lewat MK, kami mencabut karena yang bersangkutan datang ke DPR karena kami kehilangan kepercayaan. Ada informasi, meski itu cuma informasi itu menjadi pertimbangan kami. Informasi apa? Ada angka lima banding empat menjadi enam banding tiga. Lima akan menolak JR kami kemudian menjadi enam banding tiga, enam akan menolak," jelasnya.
"Kami berada dalam sikap yang jelas. Kami cabut, jangan sampai ditolak dan DPR semakin merasa kuat," imbuh Busyro. (haf/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini