Busyro: Ada Gejala MK Alami Demoralisasi

Busyro: Ada Gejala MK Alami Demoralisasi

Haris Fadhil - detikNews
Selasa, 30 Jan 2018 17:49 WIB
Jumpa pers menyikapi MK di kantor PP Muhammadiyah, Selasa (30/1/2018) Foto: Haris Fadhil-detikcom
Jakarta - Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyebut ada gejala demoralisasi di Mahkamah Konstitusi (MK). Gejala itu disebut Busyro sudah terlihat sejak MK menolak untuk diawasi Komisi Yudisial (KY).

"Gejala demoralisasi yang ada di Mahkamah Konstitusi. Sebenarnya dimulai dari reaksi Mahkamah Konstitusi periode pertama. Dulu ramai dengan Komisi Yudisial sehingga Mahkamah Agung mengajukan judicial review Undang-Undang KY ke Mahkamah Konstitusi. Apa yang bisa didapat di situ? Ada putusan ultra petita yang isinya bahwa Komisi Yudisial tidak bisa melakukan pengawasan terhadap Mahkamah Konstitusi," kata Busyro di kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Selasa (30/1/2018).

Tidak adanya pengawasan pada MK menurut Busyro menimbulkan kekhawatiran publik. Kekhawatiran itu terbukti dengan dua kali hakim MK ditangkap KPK karena kasus korupsi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

[Gambas:Video 20detik]

"Kasus Akil Mochtar dengan putusan tertinggi yaitu hukuman seumur hidup karena hukuman mati sulit diterapkan untuk korupsi. Tiga syarat itu berat semuanya. Apakah itu belum cukup menjadi pelajaran moral bagi hakim MK berikutnya? Ternyata belum dengan kasus Patrialis Akbar. Lagi-lagi demokrasi diciderai," imbuhnya.

Busyro menyebut perilaku hakim MK saat ini kembali disorot usai Ketua MK Arief Hidayat 2 kali diberi sanksi dewan etik. Arief yang menolak mundur disebut Busyro menunjukkan sikap yang menolak diawasi.

"Sikap MK lewat humas, dan terhadap pernyataan saudara Ghoffar, yang mengkritik itu disikapi dengan kata-kata yang bersifat personal, itu kan merupakan refleksi anti kritik dari pak Arief Hidayat," ujar Busyro.

"Sikap menolak mundur dari ketua MK sekarang ini apakah itu tidak bisa dikatakan lain daripada yang bersangkutan menolak diawasi. Kedua ini menggambarkan juga Arief Hidayat itu memiliki sikap merendahkan kontrol oleh masyarakat sipil," sambungnya.

Selain Busyro, akademisi hukum STIH Jentera Bivitri Susanti menyebut hakim konstitusi haruslah punya sikap negarawan untuk menjaga marwah MK. Ia khawatir dengan adanya 2 kali sanksi dari Dewan Etik MK terhadap Arief bisa mengganggu proses demokrasi.

"MK harus dijaga marwahnya. Kita ingat bukan cuma berbagai undang-undang penting yang akan mereka putuskan, mulai pansus angket. Kalau KUHP keluar kemungkinan banyak lagi yang menguji. Tapi juga sengketa pilkada dan sengketa pilpres," ujar Bivitri.

"Apa kita tidak punya kekhawatiran yang besar? Kalau saya khawatir. Ini legitimasi yang menjadi pertaruhan," kata dia.

Sementara itu, Direktur Madrasah Anti Korupsi Pemuda Muhammadiyah Virgo Sulianto meminta Arief mundur dari jabatannya. Ia mengaku sudah mengirim surat pernyataan sikap kepada Arief dan MK.

"Kami tidak ingin jawaban surat itu dijawab juru bicara kami berpolitik, kami politis. Kamu ingin jawaban surat kami itu dijawab Arief Hidayat dengan surat pengunduran diri. Tidak perlu surat itu diserahkan kepada kami, tapi diserahkan kepada MK, diserahkan kepada pihak yang bersangkutan untuk menyatakan dia mengundurkan diri jadi jabatan hakim," ujar Virgo.



(haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads