Di tanah ulayat Baduy ada 12 ribu jiwa dari toral 65 kampung. 3 Di antaranya adalah Baduy Dalam kampung Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawana dengan penduduk hampir 1.000 jiwa.
Salah satu warga Baduy Luar, Mursyid mengatakan, saat Lini (gempa dalam bahasa Sunda) datang, warga memang kaget. Tapi, tak ada rumah yang rusak karena ada tekhnologi antigempa. Rumah adat menurutnya memiliki paseuk (pasak) yang dibuat dari kayu sebagai penahan gempa. Fungsinya, mengikuti arah getaran gempa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaro Saija, atau kepala desa khusus adat Baduy mengatakan, rumah adat mereka dibuat anti gempa. Selain ada mantra dan teknologi adat, juga ada penanggalan waktu untuk membuat rumah. Semuanya dihitung sedemikian rupa berdasarkan ketentuan adat.
Bulan-bulan yang dilarang membuat rumah misalkan, ada di bulan Sapar, Kawalu. Waktu yang baik, ada di bulan Kalima dan Hapit Kayu.
"Di Baduy membuat rumah juga nggak banyak parabot. Cuma gergaji, di Baduy Dalam bahkan nggak pakai gerjaji dan paku," ujarnya.
Baca Juga: Bertamu ke Jantung Baduy
Dalam sejarah adat, Saija mengataka tak pernah ada rumah adat yang ambruk meski gempa datang.
Asep Kurnia penulis buku Saatnya Baduy Bicara mengatakan, rumah adat Baduy tak ada yang ditanam ke tanah. Bagian atasnya juga tak mungkin ambruk. Pertama, pasak kayu sebagai penghubung bangunan dibuat longgar. Sehingga, ketika ada gempa, kayu bergerak mengikuti irama getaran.
Selain itu, bobot atap dari bambu dan ijuk juga cenderung ringan. Hal tersebut ringan dan tak membuat khawatir.
"Mereka arsitek ulung, bisa menafsirkan bagaimana agar tak rusak, kaki bangunan juga tidak ditanam dan mengikuti irama gempa," ujarnya.
Elastisitas rumah adat Baduy ini juga dibenarkan oleh Suhada penulis buku Masyarakat Baduy dalam Rentang Sejarah. Pasak rumah badut dibuat dari ruyung atau bagian terkuat dari pohon kelapa. Ruyung ini menurutnya juga bisa dari batang pohon pinang yang berduri.
Selain itu, karena tak menggunakan paku, rumah mereka juga menurutnya lebih elastis. Tali dari bambu dan rotan biasanya digunakan untuk mengencangkan atap.
"Ini juga yang jadi rukukan pembuatan jembatan gantung atau sasak Rawayan yang juga tak menggunakan paku tapi kokoh," ujarnya kepada detikcom. (bri/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini