"Dalam perjanjian di antara kewajiban Pemda DKI adalah menyerahkan bagian dari tanah yang sekarang sudah berstatus HPL (hak pengelolaan)-nya (milik) DKI dan untuk swasta bisa menggunakan lahan itu," kata Nur Hasan dalam diskusi 'Reklamasi dan Investasi' yang diadakan Populi Center dan Smart FM Network, di Restoran Gado-gado Boplo, Jl Theresia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/1/2018).
"Kalau tidak (memberikan HGB kepada swasta), bisa dianggap melakukan wanprestasi. Kan swasta dari awal sudah membiayai," sambung dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"HPL-nya Pemda DKI, HGB-nya pengembang. Kalau itu sudah, pekerjaan sudah selesai, seandainya HPL tidak dikeluarkan, HGB-nya tidak dikeluarkan (BPN), Pemda bisa digugat pengembang. Yang harus ganti rugi siapa? Yang tergugat. Ganti ruginya pakai apa? Uang APBD, artinya uang rakyat, akhirnya merugikan rakyat," jelas Yusril, yang bergabung dalam diskusi melalui sambungan telepon.
Sebelumnya, Gubernur Anies menyatakan penerbitan HGB Pulau D tak sesuai aturan. Sebab, HGB diterbitkan sebelum adanya Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Ini mengindikasikan tata urutan yang tak benar. Dalam hal reklamasi, BPN telah menerbitkan HPL dan HGB atas pulau-pulau reklamasi. (aud/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini