"Semua sudah saya sampaikan semua. Dan hak tagih ada di sini. Kalau mau dilihatin juga boleh. Saya sudah serahkan hak tagih Rp 4,8 triliun kepada Menteri Keuangan Pak Boediono tahun 2004," ungkap Syafruddin di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (4/1/2018).
Hal ini diungkapkan Syafruddin setelah diperiksa penyidik KPK lebih-kurang 6,5 jam. Ketua BPPN pamungkas itu memang menenteng tas hitam saat keluar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Dan kemudian, (oleh) Menteri Keuangan 2007 (aset itu) dijual jadi Rp 220 miliar. Jadi ya silakan saja diinikan. Sudah selesai kok urusan saya," ujarnya.
Syafruddin lalu masuk ke mobil tahanan tanpa mengatakan apa pun.
Sebelumnya, KPK sempat memeriksa Boediono. Namun Wakil Presiden RI ke-11 itu hanya menyampaikan diperiksa terkait jabatannya.
"Saya dimintai keterangan mengenai beberapa hal yang terkait masa jabatan saya terkait Menteri Keuangan," ucap Boediono di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (28/12/2017)
Dalam kasus ini, KPK menyebut Syafruddin mengusulkan disetujuinya KKSK perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.
Dalam audit terbaru BPK, KPK menyebut nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini menjadi Rp 4,58 triliun. Nilai itu disebabkan Rp 1,1 triliun yang dinilai sustainable, kemudian dilelang dan didapatkan hanya Rp 220 miliar. Sisanya, Rp 4,58 triliun, menjadi kerugian negara. (nif/nvl)