"Saya tidak tahu penyakit ini apa namanya, mungkin kulit saya ini mengalami kelainan sehingga tumbuh benjolan seperti ini," kata Parni (49) ditemui di rumahnya di Dusun Grintingan, Desa Lojejer, Kecamatan Wuluhan, Jumat (22/12/2017).
Menurut pria yang biasa disapa Bethu ini, benjolan di tubuhnya mulai muncul saat dia menginjak usia 20 tahun. Awalnya benjolan itu kecil. Namun lama-lama membesar.
"Awalnya muncul di kaki sebelah kiri. Sekitar tahun 1987. Kira-kira waktu itu umur saya masuk 20 tahun. Satu benjolan. Ukurannya juga kecil," kenang Bethu.
Sejak saat itu, benjolan itu mulai membesar. Benjolan juga muncul di bagian lain tubuh Bethu. Hingga akhirnya hampir sekujur tubuh Bethu dipenuhi benjolan berbagai ukuran.
"Mulai dari yang seukuran biji padi sampai seukuran bola ping-pong," kata pria yang tetap melajang pada usia hampir setengah abad itu.
Karena penyakitnya ini, Bethu merasakan gatal di hampir sekujur tubuh. Namun dia berusaha untuk tidak menggaruk karena takut menimbulkan luka dan infeksi kulit.
"Kalau dulu sering saya garuk-garuk karena tidak kuat menahan gatal. Kadang kulitnya ada yang lecet. Kemudian saya coba untuk menahan. Sekarang mulai terbiasa," kata Bethu.
Dia juga mengaku pernah berobat ke rumah sakit. Bahkan saat itu sempat dilakukan operasi. Namun tidak membuahkan hasil. "Malah badan saya terasa lumpuh, tidak bisa bergerak. Akhirnya saya nggak berani berobat lagi. Apalagi biayanya juga mahal," kata pria yang tinggal bersama ibunya, Kasmi, yang sudah berusia 79 tahun.
Kini, Bethu hanya bisa pasrah. Sehari-hari dia hanya duduk-duduk di rumah. Untuk bekerja, kondisinya sudah tak memungkinkan. Ibunya juga sudah tua. Akhirnya keluarga ini hanya mengharap belas kasih saudara dan tetangga untuk makan sehari-hari.
"Kondisi saya seperti ini. Sedangkan ibu sudah tua. Ya akhirnya untuk makan saya dan ibu dibantu saudara dan tetangga," ucap Bethu lirih. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini