"Tentu kalau ada perkembangan akan disampaikan. Penyidik perlu berkoordinasi dengan pihak POM TNI karena ada saksi dari pihak militer yang perlu diperiksa," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Komitmen dari Panglima TNI yang kita dengar dan baca di media saya kira positif ketika mengatakan komitmennya untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi ini. Harapannya juga ada kerja sama yang kuat untuk upaya pencegahan," ujarnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menegaskan kasus itu akan diusut tuntas. "TNI, pada dasarnya, mendukung kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi terkait heli (AW) 101. Saat ini penyelidikan kita ikuti terus satu per satu sampai di otmil (oditur militer) itu kan kita kawal sampai keputusan di pengadilan militer," ujar Hadi di Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Senin (18/12) kemarin.
KPK juga pernah memanggil mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (Purn) Agus Supriatna. Namun Agus tak bisa hadir karena sedang umrah.
Dalam kasus ini, ada 5 tersangka yang ditetapkan POM TNI. Tiga orang di antaranya terlebih dulu ditetapkan, yakni Marsma TNI FA, yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen dalam pengadaan barang dan jasa; Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas; serta Pelda S, yang diduga menyalurkan dana terkait pengadaan kepada pihak-pihak tertentu.
Kemudian, ada juga Kolonel Kal FTS, berperan sebagai WLP; dan Marsda SB, sebagai asisten perencana Kepala Staf Angkatan Udara.
Sementara itu, KPK menetapkan Irfan sebagai tersangka pertama dari swasta pada Jumat (16/6). Irfan diduga meneken kontrak dengan AgustaWestland, perusahaan joint venture Westland Helicopters di Inggris dengan Agusta di Italia, yang nilainya Rp 514 miliar.
Namun, dalam pengadaan helikopter dengan TNI AU, nilai kontraknya Rp 738 miliar, sehingga terdapat potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar. (HSF/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini