Melki yang diketahui sebagai loyalis Setya Novanto itu mengatakan Golkar saat ini telah menyiapkan dua opsi terbuka terkait munaslub. Jika menang di sidang praperadilan, Setya Novanto disebut dapat memimpin langsung munaslub.
"Jadi kalau Pak Novanto kalah berarti proses pleno-nya bergerak, kalau Pak Novanto menang berarti Pak Novanto memimpin langsung munaslub. Kalau memang mau ngundurin diri berarti sudah masuk pada opsi langsung munaslub oleh Plt Ketum. Jadi opsi-opsi ini terbuka sekali," kata Melki di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (30/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melki menegaskan Novanto memang berniat mengundurkan diri dari posisinya sebagai ketua umum setelah sidang praperadilan. Meskipun menang, ia memastikan Novanto akan tetap mundur.
"Yang saya tahu, Pak Novanto mau ngundurin diri, yang saya tahu ya. Tapi memang rencananya itu setelah praperadilan. Kalah atau menang dia akan mengundurkan diri. Jadi Pak Novanto memang sudah siap mundur sebenarnya," ujarnya.
Novanto mengajukan praperadilan untuk menggugurkan status tersangkanya dalam kasus korupsi e-KTP. Sidang pembacaan putusan praperadilan Novanto sedianya digelar hari ini. Namun karena pihak KPK tidak hadir, sidang diundur menjadi tanggal 7 Desember 2017.
Sementara itu, sejumlah politikus Golkar belakangan kerap berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo terkait polemik yang terjadi di internal partai berlambang pohon beringin itu. Melki pun menampik bila ada anggapan Jokowi mengintervensi Golkar.
"Saya kira begini, dari awal kan Presiden Jokowi sudah menyerahkan agar semua penyelesaian urusan Partai Golkar ini diserahkan kembali pada mekanisme dan proses yang ada di Partai Golkar," tutur dia.
Menurut Melki, pertemuan para DPD I Golkar bersama Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dengan Jokowi adalah bagian dari etika yang perlu dijalankan mengingat Airlangga sebagai pembantu presiden. Airlangga yang mendapat banyak dukungan untuk menjadi ketum Golkar menggantikan Novanto, disebutnya perlu meminta izin kepada Jokowi.
"Karena Pak Airlangga adalah pembantu presiden, tentu teman-teman (DPD I) meminta, dalam konteks itu saya kira. Menurut Pak Airlangga bahwa karena pembantu presiden adalah sebuah etika dan tata krama yang harus dilakukan, harus meminta izin kepada presiden yang memberikan amanat kepada beliau," ujar Melki.
Sebelumnya sejumlah Ketua DPD I Golkar menemui Presiden Jokowi di Istana Bogor hari ini. Kedatangan mereka sekaligus meminta restu Airlangga Hartarto menjadi calon ketum Golkar.
"Karena beliau menteri (Menteri Perindustrian), kami meminta izin terhadap Presiden untuk dicalonkan jadi Ketum Golkar," ujar Ketua DPD I Golkar Jabar Dedi Mulyadi kepada wartawan, Kamis (30/11). (yas/elz)