KPK didesak menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada Setya Novanto. Saat ini, Novanto berstatus sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP.
"KPK penting menerapkan TPPU terhadap Setnov (Setya Novanto) karena ada dugaan uang-uang patut diduga uang yang diterima dari e-KTP dicampur dengan kekayaan-kekayaan yang lain," ujar peneliti ICW Donal Fariz di kantornya, Jalan Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (21/11/2017).
Menurutnya, KPK harus mengecek kembali hasil memeriksa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dia menjelaskan LHKPN Novanto pada tahun 2015 sebesar Rp 114 miliar, padahal rumah Novanto sendiri ditaksir seharga kurang lebih Rp 200 miliar.
"KPK harus menelusuri langkah LHKPN itu dilaporkan secara benar atau tidak, mengapa demikian? Karena kalau dengar dari ahli itu rumahnya saja lebih dari LHKPN," ujar Donal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk apa itu dilakukan? Untuk menyamarkan asal-usul uang. Melakukan transaksi berlapis-lapis sebelum masuk ke pemilik sebenarnya," ujar Donal.
Desakan serupa sudah disampaikan oleh eks pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW) sebelumnya. "KPK diusulkan untuk mengembangkan dugaan kejahatan pencucian uang yang biasanya berkaitan dengan tipikor," tutur BW.
Namun, KPK masih fokus merampungkan berkas perkara Novanto sebagai tersangka korupsi. "Sampai saat ini belum ada pembicaraan lebih lanjut pada dugaan TPPU. Kami masih fokus pada pengumpulan bukti-bukti yang lebih kuat pada proses tindak pidana korupsi yang sudah kita mulai penyidikannya," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Senin (20/11) kemarin. (dhn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini