Dalam percakapan via telepon pada Kamis (27/10) waktu setempat, Tillerson menyampaikan "keprihatinan akan berlangsungnya krisis kemanusiaan dan kekejaman yang dilaporkan di Rakhine." Demikian menurut statemen juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert.
"Menteri mendesak pasukan keamanan Burma (nama lain Myanmar) untuk mendukung pemerintah dalam mengakhiri kekerasan di negara bagian Rakhine dan mengizinkan kepulangan secara aman bagi mereka yang mengungsi selama krisis, khususnya sejumlah besar etnis Rohingya," demikian disampaikan Nauert seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (27/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam operasi tersebut, pasukan keamanan Myanmar dilaporkan melakukan kekerasan terhadap warga Rohingya, termasuk pembakaran rumah-rumah, pemerkosaan dan pembunuhan. Bahkan PBB menyebut operasi militer tersebut sebagai pembersihan etnis terhadap Rohingya.
Dalam pembicaraannya dengan Min Aung Hlaing, Tillerson juga mendesak militer Myanmar untuk memfasilitasi bantuan kemanusiaan bagi mereka yang telah kehilangan tempat tinggal. Tillerson juga meminta militer Myanmar untuk bekerja sama dengan PBB guna memastikan penyelidikan yang menyeluruh, independen atas semua tuduhan pelanggaran HAM.
Sebelumnya, Tillerson telah mengatakan bahwa pemerintah AS menganggap kepemimpinan militer Myanmar bertanggung jawab atas krisis Rohingya. Namun Min Aung Hlaing berulang kali membantah pasukannya melakukan kekejaman terhadap warga Rohingya.
"Pernyataan-pernyataan sepihak dan tuduhan terhadap Myanmar dan anggota keamanan atas serangan teror warga Bengali ekstremis di sebelah barat negara bagian Rakhine adalah sama sekali tidak benar," ujarnya dalam postingan di laman Facebook-nya. (ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini