Singgung Munaslub Golkar, Yorrys: Novanto Negarawan Kalau Mundur

Singgung Munaslub Golkar, Yorrys: Novanto Negarawan Kalau Mundur

Hary Lukita Wardani - detikNews
Rabu, 27 Sep 2017 18:56 WIB
Foto: Pengurus DPP Golkar. (Hary Lukita/detikcom).
Jakarta - Setelah merekomendasikan agar Setya Novanto menunjuk Plt ketum, Partai Golkar kini kembali membicarakan soal musyawarah nasional luar biasa (munaslub). Untuk menaikan elektabilitas partai yang terus turun, ada anggapan partai memerlukan penggantian ketum.

Rekomendasi agar Novanto menunjuk Plt Ketum merupakan keputusan rapat pleno DPP Golkar pada Senin (25/9). Alasannya adalah agar Novanto fokus menyelesaikan kasus hukumnya terkait perkara korupsi e-KTP dan juga karena Ketua DPR itu sudah berminggu-minggu sakit.

"Sehingga kita merekomendasikan bahwa dengan dua alasan ini, agar ketua umum bisa jadi seorang negarawan untuk mengundurkan diri, dinonaktifkan kemudian," ujar Korbid Polhukam Golkar, Yorrys Raweyai dalam perbincangan di Restoran Puang Oca, Senayan, Jakarta, Rabu (27/9/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Golkar masih menunggu jawaban Novanto soal rekomendasi ini. Rencananya Golkar akan kembali menggelar rapat pleno untuk memutuskan soal Plt Ketum pengganti Novanto itu besok, Kamis (28/9).


"Kita sudah melakukan komunikasi dari waktu ke waktu kemudian kita akan formalkan tetapi kurang elok kalau misalnya kita sampaikan karena ini merupakan strategi, tapi kita akan segera sampaikan itu apalagi kita menuju rakernas dan HUT Golkar ke-53," ucap Yorrys.

Soal munaslub diakuinya sudah menjadi pembahasan di internal Golkar. Namun semua masih dipertimbangkan dan masih terus dievaluasi untung dan ruginya.

"Ada pemikiran begini, kalau kita munaslub dasar-dasarnya apa kemudian untungnya apa kemudian kalau munas apa untung ruginya. Memang mekanisme yang diatur eksplisit itu kalau nggak munas ya munaslub," kata dia.


"Kalau munas lima tahunan, kalau munaslub ada dasarnya, meninggal atau mengundurkan diri. Ini sesuatu yang belum pernah terjadi," sambung Yorrys.

Golkar tengah berusaha bangkit dari keterpurukan menyusul elektabilitasnya yang turun. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah kasus korupsi e-KTP yang turut menjerat sejumlah kader Golkar, termasuk sang ketum, Setya Novanto.

"Untuk mengatasi semua persoalan ini dalam rangka elektabilitas, salah satu langkah strategis itu apa. e-KTP sudah jadi konsumsi publik, baik luar atau di dalam. Caranya gimana untuk bisa menyetop," sebutnya.


"Caranya gimana. Ya menggantikan. Kalau sudah digantikan orang baru, maka ini akan hilang. Saya melihat mayoritas sudah menyadari begini, untuk mengatasi persoalan ini dalam rangka menaikkan elektabilitas langkah-langkah strategis apa yang sekarang menjadi isu di mana-mana e-KTP," tambah Yorrys.

Pergantian ketum ini menurutnya menjadi pembicaraan hangat di internal Golkar. Para kader partai beringin itu tampaknya sudah mulai khawatir karena elektabilitas Golkar yang kian tergerus, apalagi pilkada serentak dan Pemilu sudah di depan mata.

"Dari waktu ke waktu setiap bertemu pengurus Golkar tidak ada pertanyaan lain, caranya bagaimana ya menggantikan. Kalau kita cari penganti baru selesai persoalan itu, ini kan soal cara ada yang memandang ini tidak etis," urai dia.


Yorrys meyakini pada dasarnya semua kader ingin menjaga Golkar. Bahkan DPP menurutnya juga sudah berkomunikasi dengan pimpinan-pimpinan Golkar di daerah-daerah.

"Apapun opsinya? Harus diganti, kalau mau memberhentikan kasus e-KTP tidak ada kata lain selain mengganti, kalau cara lain mana bisa. Tikus jangan rumahnya dibakar, tapi bagaimana kita bersama-sama menjaga rumah ini, kemudian kita perbaharui dia, kita renovasi," papar Yorrys.

Soal Munaslub juga dibicarakan oleh Ketua Harian Golkar, Nurdin Halid. Pada rapimnas sebelumnya, Golkar memutuskan tidak akan menggelar munas atau munaslub. Namun menurut Nurdin, itu tergantung dinamika ke depan di Golkar.


"Tergantung kepada dinamika organisasi. Munas itu juga bisa tidak ada rapimnas. Kalau memang tidak menghendaki rapimnas. Kalau menghendaki di luar rapimnas, ya rapimnas juga diadakan. Itu tergantung dinamika organisasi. Sampai hari ini tidak ada (keputusan munas/munaslub), tetap pada hasil Rapimnas di Kalimantan timur," beber Nurdin di lokasi yang sama.

Nurdin kemudian bicara soal aturan Munaslub. Menurut AD/ART Golkar, ada 2 pihak yang bisa meminta munaslub, yakni DPP dan DPD. Untuk DPP, itu harus disetujui oleh minimal 2/3 DPD I. Forumnya bisa melalui rapat konsultasi nasional atau rapimnas baru menuju munaslub.

"Kedua, adalah DPD I. 2/3 DPD I juga bisa munaslub. Apabila DPP tidak setuju, DPD I bisa menggelar Munaslub. Itu di AD/ART," terang Nurdin. (elz/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads