YLKI: Pihak RS Mitra Keluarga Patut Diduga Telantarkan Debora

YLKI: Pihak RS Mitra Keluarga Patut Diduga Telantarkan Debora

Yulida Medistiara - detikNews
Senin, 11 Sep 2017 09:13 WIB
Bayi Debora (Foto: Dok. Pribadi)
Jakarta - Kasus kematian bayi Debora masih diselidiki. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta seandainya pihak rumah sakit terbukti bersalah, maka harus diberi sanksi.

"Sudah sepatutnya Pemprov DKI Jakarta dan Kemenkes mengusut tuntas kasus ini, dan memberikan sanksi tegas kepada pihak rumah sakit, jika terbukti pihak rumah sakit melakukan pelanggaran," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam keterangannya, Minggu (10/9/2017).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sebab, menurut Tulus, pihak rumah sakit diduga sengaja menelantarkan korban dengan alasan kurangnya biaya administratif. Terkait hal itu, kondisi Debora kemudian menurun dan akhirnya meninggal.

"Bahwa pihak RS Mitra Keluarga Kalideres patut diduga telah menelantarkan pasiennya (bayi Debora), yang berujung pada meninggalnya pasien," ucap Tulus.

YLKI: Pihak RS Mitra Keluarga Patut Diduga Telantarkan Debora Tulus Abadi (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Ia menyebut meskipun pihak rumah sakit telah memberikan pertolongan pertama untuk pasien pada awalnya. Namun melihat kondisi pasien yang darurat maka harus segera dilakukan tindakan selanjutnya seperti membawanya ke ruangan ICU untuk bayi bukan malah menganjurkan orang tua pasien untuk ke rumah sakit lain dengan alasan kurangnya biaya.

"Benar bahwa pihak RS Mitra Keluarga telah memberikan pertolongan pertama pada pasien, tetapi mengingat kondisi bayi sudah gawat, seharusnya pihak RS memberikan pertolongan dengan fasilitas PICU (Pediatric Intensive Care Unit) yang dimilikinya. Bukan malah mempimpong pasien untuk ke rumah sakit lain dengan alasan pasien tidak mampu menyediakan sejumlah uang yang ditentukan," ungkap Tulus.




Justru tindakan tersebut merupakan pelanggaran kemanusiaan dan regulasi karena menolak melayani pasien yang tidak mampu, sedangkan kondisi pasien telah gawat darurat. Menurut Tulus, berkaca dari peristiwa tersebut rumah sakit harus dikelola dengan prinsip kemanusiaan, bukan komersil.

"Adalah sebuah pelanggaran regulasi dan kemanusiaan jika pihak rumah sakit menolak pasien dengan alasan pasien tidak mampu membayar uang muka yang ditentukan, sementara kondisinya sudah gawat. Fenomena ini menunjukkan betapa ironisnya bahwa rumah sakit yang seharusnya dikelola dengan basis kemanusiaan dan tolong menolong, tetapi justru dikelola dengan basis komersialistik," ucapnya. (yld/rna)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads