Laporan PBB mencatat 164 ribu telah mengungsi ke Bangladesh selama dua pekan terakhir. Mereka menghindari konflik yang kembali pecah di Rakhine setelah militan Rohingya atau ARSA menyerang pos polisi dan pangkalan militer Myanmar, yang memicu operasi militer besar-besaran.
Suu Kyi yang pernah menjadi tahanan politik selama 21 tahun di bawah junta militer Myanmar, didesak banyak pihak untuk bersuara lantang membela Rohingya yang tertindas. PBB telah menyatakan Rohingya sebagai salah satu komunitas paling tertindas di dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saudariku tersayang: Jika harga politik bagi kenaikan Anda ke jabatan tertinggi di Myanmar adalah kebungkaman Anda, harganya jelas terlalu mahal," ucap Tutu yang seorang Emeritus Uskup Agung Afsel ini dalam surat terbuka untuk Suu Kyi seperti dilansir AFP, Jumat (8/9/2017).
Tutu dan Suu Kyi sama-sama pernah menerima Nobel Perdamaian. Tutu menerimanya tahun 1984 dan Suu Kyi pada tahun 1991 dengan gelar sebagai 'juara demokrasi'.
"Sungguh tidak layak bagi seorang simbol kebajikan untuk memimpin negara semacam itu; ini hanya menambah rasa sakit kami," imbuhnya, merujuk pada penderitaan Rohingya yang disaksikan dunia.
"Gambar-gambar yang kami lihat yang menunjukkan penderitaan Rohingya, membuat kami merasakan sakit dan kengerian," ujar Tutu menegaskan.
"Saat kami menyaksikan kengerian yang terungkap, kami mendoakan Anda agar bisa kembali berani dan kuat ... agar Anda bersuara lantang membela keadilan, hak asasi manusia dan persatuan rakyat Anda," tandasnya.
(nvc/ita)