Pakar keamanan internasional, Brendan Thomas-Noone mengatakan, peluncuran rudal Korut tersebut tidaklah mengejutkan. Namun dikatakannya, lokasi peluncuran rudal pada Selasa (29/8) pagi tersebut merupakan bagian dari pesan untuk pemerintahan Presiden AS Donald Trump bahwa rudal-rudalnya kini bisa diluncurkan dari manapun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditekankan periset Fellow in the Alliance 21 Program di Universitas Sydney, Australia tersebut, ini bukan pertama kalinya Korut menembakkan sebuah proyektil ke atas wilayah udara Jepang. Namun peluncuran kali ini berbeda karena adanya kemajuan teknologi yang dibuat Korut dengan rudal-rudal balistik antarbenuanya.
Pakar lainnya mengatakan, dengan peluncuran rudal terbaru tersebut, pemimpin Korut Kim Jong-Un mencoba menekan Washington untuk melakukan negosiasi.
"Korut berpikir bahwa dengan memamerkan kemampuan mereka, jalan menuju dialog akan terbuka," ujar Masao Okonogi, profesor di Universitas Keio, Jepang. "Akan tetapi, logika tersebut tidak dipahami oleh seluruh dunia, jadi itu tak mudah," imbuhnya.
Peluncuran rudal Korut ini dilakukan di saat AS dan Korea Selatan (Korsel) menggelar latihan militer gabungan tahunan yang diberi nama "Ulchi Freedom Guardian". Latihan yang akan berakhir pada 31 Agustus tersebut dianggap rezim Kim Jong-Un sebagai latihan untuk menginvasi Korut.
Tembakan rudal balistik Pyongyang kali ini memaksa Jepang mengaktifkan sistem peringatan "J-Alert". Pemerintah Jepang mengumumkan bahwa rudal tersebut jatuh ke Laut Pasifik, sekitar 1.180 km timur Cape Erimo, Hokaido, hanya 14 menit setelah ditembakkan.
Otoritas nuklir Jepang memastikan bahwa fasilitas atom negara tersebut tidak mengalami kerusakan. Media NHK melaporkan, tidak ada kapal dan pesawat terbang yang rusak karena rudal tersebut terpecah menjadi tiga bagian, sebelum jatuh ke perairan.
(ita/ita)