"(Perlindungan di kasus) e-KTP belum ada. Justru kami menawarkan ke saksi yang sempat terekspose, kalau dia dapat intimidasi. Salah satunya Miryam (Miryam S Haryani)," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam rapat dengan Pansus Angket KPK di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (28/8/2017).
Abdul lalu bicara soal upaya LPSK melindungi saksi kunci e-KTP Johannes Marliem yang belum lama ini tewas bunuh diri. Menurutnya, sejak nama Johannes dimunculkan satu media dengan menyebut dirinya punya bukti penting kasus e-KTP, LPSK langsung menawarkan perlindungan saksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Abdul mengatakan LPSK sempat mengontak Johannes. Meski dia di Amerika Serikat, LPSK menawarkan bantuan perlindungan saksi untuk keluarganya.
LPSK sendiri telah mengirim formulir bantuan perlindungan saksi kepada Johannes. Komunikasi itu dilakukan beberapa hari sebelum Johannes ditemukan tewas.
"Ketika kita sudah tawarkan, yang bersangkutan ingin mempelajari dulu. Seminggu atau dua minggu, kurang lebih," tutur Abdul.
Sebelumnya, sejak Maret 2017, LPSK pernah menawarkan perlindungan kepada saksi di kasus korupsi e-KTP. Hal ini berawal dari terungkapnya nama-nama besar dalam persidangan dugaan korupsi e-KTP dinilai LPSK menimbulkan intimidasi dan ancaman terhadap saksi ataupun pihak lain yang mengetahui kasus ini.
"Kita menilai potensi intimidasi dan ancaman dalam kasus KTP elektronik cukup tinggi. LPSK membuka diri seandainya ada pihak yang membutuhkan perlindungan," kata Abdul Haris Semendawai, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/3).
Dia mengatakan, kasus korupsi merupakan satu dari tujuh kasus prioritas yang ditangani. Untuk itu, sesuai dengan amanat UU Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK akan memastikan terpenuhinya hak-hak para saksi, pelapor (whistleblower), saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator), bahkan ahli. (gbr/jbr)