LPSK Sebut Belum Ada Permintaan Perlindungan Saksi Kasus e-KTP

LPSK Sebut Belum Ada Permintaan Perlindungan Saksi Kasus e-KTP

Gibran Maulana Ibrahim - detikNews
Senin, 28 Agu 2017 12:55 WIB
Pansus Angket KPK rapat dengan LPSK membahas perlindungan bagi saksi kasus korupsi. (Foto: Gibran/detikcom)
Jakarta - Kasus korupsi e-KTP saat ini masih terus berjalan. Meski demikian, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebut belum ada permintaan untuk melindungi saksi-saksi dan pelapor di kasus tersebut.

"(Perlindungan di kasus) e-KTP belum ada. Justru kami menawarkan ke saksi yang sempat terekspose, kalau dia dapat intimidasi. Salah satunya Miryam (Miryam S Haryani)," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam rapat dengan Pansus Angket KPK di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (28/8/2017).


Abdul lalu bicara soal upaya LPSK melindungi saksi kunci e-KTP Johannes Marliem yang belum lama ini tewas bunuh diri. Menurutnya, sejak nama Johannes dimunculkan satu media dengan menyebut dirinya punya bukti penting kasus e-KTP, LPSK langsung menawarkan perlindungan saksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dia tidak merasa terancam, cuma ketika diberitakan di media dia punya alat bukti rekaman, dari LPSK menilai dia punya informasi penting. Kalau diberitakan namanya, kan jelas berpotensi, sehingga ada keinginan berkomunikasi dengan yang bersangkutan," terang Abdul.

Lebih lanjut, Abdul mengatakan LPSK sempat mengontak Johannes. Meski dia di Amerika Serikat, LPSK menawarkan bantuan perlindungan saksi untuk keluarganya.


LPSK sendiri telah mengirim formulir bantuan perlindungan saksi kepada Johannes. Komunikasi itu dilakukan beberapa hari sebelum Johannes ditemukan tewas.

"Ketika kita sudah tawarkan, yang bersangkutan ingin mempelajari dulu. Seminggu atau dua minggu, kurang lebih," tutur Abdul.

Sebelumnya, sejak Maret 2017, LPSK pernah menawarkan perlindungan kepada saksi di kasus korupsi e-KTP. Hal ini berawal dari terungkapnya nama-nama besar dalam persidangan dugaan korupsi e-KTP dinilai LPSK menimbulkan intimidasi dan ancaman terhadap saksi ataupun pihak lain yang mengetahui kasus ini.


"Kita menilai potensi intimidasi dan ancaman dalam kasus KTP elektronik cukup tinggi. LPSK membuka diri seandainya ada pihak yang membutuhkan perlindungan," kata Abdul Haris Semendawai, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/3).

Dia mengatakan, kasus korupsi merupakan satu dari tujuh kasus prioritas yang ditangani. Untuk itu, sesuai dengan amanat UU Perlindungan Saksi dan Korban, LPSK akan memastikan terpenuhinya hak-hak para saksi, pelapor (whistleblower), saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator), bahkan ahli. (gbr/jbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads