Pakar hukum pidana dari UII Yogyakarta, Prof Mudzakir, menilai polisi harus fokus untuk pengusutan aset-aset para tersangka tersebut selain pemidanaan. Mudzakir mengatakan polisi juga harus mengutamakan ganti rugi bagi korban yang gagal berangkat umrah.
"Polisi harus utamakan ganti rugi para jemaah terlebih dahulu. Esensinya ganti rugi lebih penting baru nanti bicara pidana karena ini korbannya ribuan," ujar Mudzakir saat diwawancara detikcom, Senin (28/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, dengan menyita beberapa aset, nantinya aset milik para tersangka bisa dijual negara. Setelah itu, menurut Mudzakir, hasil jual itu untuk melunasi utang First Travel kepada para jemaah.
Mudzakir juga menyarankan supaya polisi memerika semua pihak yang terlibat bisnis dengan First Travel.
"Kalau perlu yang katanya itu rumah milik tersangka sudah diagunkan diperiksa pengagunnya. Termasuk aset-aset yang sudah diagunkan harus diperiksa. Supaya tidak ada pikiran atau kecurigaan yang menyatakan jangan-jangan ini cuma akal-akalan," ucapnya.
Namun Mudzakir melihat bila aset-aset yang diagunkan itu janggal. Kejanggalan yang dilihatnya yaitu uang dan aset First Travel yang besar tetapi dengan utang yang besar pula.
"Dia ini duitnya banyak, kalau tidak salah total aset Rp 800 miliar lalu buat apalagi dia utang?" ucapnya.
![]() |
Proses ganti-rugi menurut Mudzakir penting karena biasanya pelaku kejahatan di kasus penipuan lebih memilih pidana daripada ganti rugi. Untuk itulah, Mudzakir menegaskan pentingnya polisi untuk fokus ke proses ganti-rugi.
"Biasanya mereka itu lebih pilih penjara ketimbang ganti rugi, makanya polisi harus utamakan pengejaran aset untuk dipakai melunasi kerugian para jemaah," ucapnya.
![]() |