"Sudah, sudah (dapat data dari PPATK)," ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (17/8/2017).
Alex pun yakin bila potensi pencucian uang ada di kasus tersebut. Dia juga menyatakan KPK akan serius mengikuti arus uang dalam kasus itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila berdasar pada vonis terhadap Irman dan Sugiharto dalam kasus itu secara terang menyebutkan bila proyek itu merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun. Sedangkan, aset yang baru disita KPK tak sampai angka itu. Alex pun menyebut upaya KPK yaitu dengan penelurusan TPPU tersebut.
"Masih banyak, makanya kita bekerja sama dengan PPATK. Itu kan sebetulnya simpel saja, dari pemerintah masuk satu rekening konsorsium. Dari konsorsium ini menyebar kemana nih, uang ini yang Rp 5,9 triliun mengalir ke mana, ini yang kita telusuri. Misalnya dari konsorsium masuk ke anggota konsorsium, dari anggota konsorsium masuk mana lagi? Itu disub-sub kan, kita kejar lagi. Nah setelah dari situ kita lihat lagi berapa sih ongkos produksi e-KTP, berapa itu? Terus siapa yang menikmati selisihnya itu, yang dari hasil audit Rp 2,3 triliun itu. Nah pengembangannya ke situ, follow the money," ucap Alex.
Sebelumnya tentang penerapan TPPU itu sudah lebih dulu disampaikan ahli pencucian uang Yenti Garnasih pada Jumat (24/3). Yenti menilai pasal pencucian uang efektif untuk mengusut aliran uang korupsi.
"Jika memang betul ada aliran dana sementara belum ada tindakan atau upaya paksa, seperti penyitaan dan pembekuan rekening, ini juga berbahaya. Orang-orang tersebut bisa melarikan diri dan hartanya sulit dilacak. Kalau KPK punya bukti kuat terkait aliran dana bancakan, maka harus menggunakan Tindak Pidana Pencucian Uang agar kerugian negara senilai Rp 2,3 triliun bisa dilacak," kata Yenti.
(dhn/fdn)