"Menurut saya, agak tidak ada korelasi antara apa yang disampaikan Sirojudin Abbas. Mungkin saya pikir dia tidak cukup tahu tentang militer. Saya pernah menjadi wartawan militer. Tahun-tahun itu saya tahu persis bagaimana militer secara organisasi," kata Ketua Divisi Komunikasi Partai Demokrat Imelda Sari saat dihubungi detikcom, Minggu (30/7/2017).
Imelda menjelaskan kala itu keputusan memberhentikan Prabowo mengacu pada keputusan institusi, dalam hal ini TNI Angkatan Darat. SBY disebut tidak bisa membuat keputusan dalam Dewan Kehormatan Perwira karena sifatnya institusional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Beliau (SBY) tidak mau menyatakan sikap politik saat itu karena sebagai presiden tidak mau bersikap gaduh, Partai Demokrat posisinya diminta netral," ujar Imelda.
Imelda menambahkan, dalam pertemuan di Cikeas pada Jumat (27/7) dibahas salah satunya terkait judicial review (JR) UU Pemilu. Tidak dibahas mengenai rencana Pilpres 2019.
"Pertemuan itu kemarin sudah kita jelaskan bahwa secara moral kita tuh ada bersama-sama punya agenda yang sama, salah satunya adalah JR untuk UU Pemilu. Kemudian untuk hal-hal lain akan ada pertemuan-pertemuan intensif selanjutnya," tutur Imelda.
"Meskipun kita semua tidak mengatakan ini akan ada koalisi yang permanen untuk 2019, tapi kerja sama antara parpol itu apakah terus dilakukan, termasuk juga secara intensif kebersamaan," jelasnya.
Baca Juga: PD Merapat, Gerindra-PKS Pecah Kongsi? |
Sebelumnya, peneliti SMRC Sirojudin Abbas mengatakan SBY tak akan mendukung Prabowo sebagai salah satu capres pada Pilpres 2019. Sebab, SBY salah satu jenderal yang ikut menandatangani surat Dewan Kehormatan Perwira yang memecat Prabowo Subianto.
"SBY salah satu jenderal yang merekomendasikan Prabowo dipecat. Posisi pandangan itu, mana mungkin SBY merekomendasikan atau mendukung jenderal yang akan dipecatnya," ucap Abbas dalam diskusi di D'Hotel, Jalan Sultan Agung, Jakarta, Minggu (30/7). (rna/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini