Seperti dilansir Reuters, Sabtu (21/7/2017), sebanyak 261 anggota parlemen Filipina memilih setuju untuk memperpanjang pemberlakuan hukum darurat militer di Mindanao, yang menjadi lokasi Marawi. Jumlah itu mencapai kuota dua pertiga yang diperlukan.
Voting untuk memutuskan perpanjangan masa darurat militer ini digelar dalam sesi khusus gabungan antara DPR atau House of Representatives (HOR) dengan Senat Filipina yang berlangsung selama 7 jam pada Sabtu (22/7) ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika dibiarkan, pendukung militan pro-ISIS, dengan dibantu militan asing, dikhawatirkan bisa semakin terinspirasi untuk memulai pemberontakan di area-area Mindanao lainnya. Mindanao merupakan wilayah di selatan Filipina yang banyak dihuni warga minoritas muslim.
Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana, memperingatkan persoalan lebih serius akan bermunculan jika pemerintah tidak memiliki wewenang untuk bertindak dengan cepat.
"Kita butuh hukum darurat militer karena kita belum mengatasi keberadaan kelompok yang terinspirasi Daesh," ucap Lorenzana, merujuk pada nama Arab ISIS.
Duterte mulai memberlakukan hukum darurat militer di seluruh wilayah Mindanao sejak 23 Mei lalu, sesaat setelah militan pro-ISIS menyerbu Marawi dan menduduki sejumlah gedung penting. Militan pro-ISIS itu terdiri atas militan lokal Maute, kelompok Abu Sayyaf dan militan asing dari berbagai negara.
Pertempuran sengit untuk mengusir militan pro-ISIS dari Marawi terus berlangsung selama dua bulan terakhir. Sejauh ini, lebih dari 420 militan tewas, ditambah 100 tentara dan polisi Filipina serta 45 warga sipil.
Pemberlakuan hukum darurat militer menjadi isu sensitif bagi warga Filipina. Hukum darurat militer membawa kenangan buruk soal berbagai pelanggaran HAM yang terjadi saat mendiang diktator Ferdinand Marcos memberlakukannya pada tahun 1970-an.
Rival politik Duterte mengkhawatirkan Duterte akan memberlakukan hukum darurat militer di seluruh wilayah Filipina. Namun pemerintah Filipina menepis kekhawatiran itu.
(nvc/nkn)