"Kasus Brucellosis secara nasional sebenarnya cukup tinggi sejak tahun 2006. Namun di wilayah Kab Blitar menjadi fokus penanganan kami karena jumlah populasi sapi perahnya tinggi sekitar 9 ribu ekor," kata Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veterines Dinas Peternakan Kab Blitar, Yudha Satya Wardana kepada detikcom di kantornya, Rabu (19/7/2017).
Meski tidak berakhir dengan kematian ternak, namun virus penyebab keguguran brucellosis, sangat berbahaya. Selain karena merupakan endemik di Jatim, penularannya sangat mudah bagi hewan lain maupun manusia.
"Kalau satu sapi sudah kena, harus segera dikarantina. Seluruh kandang disterilkan. Kalau tidak gitu, menyebarnya sangat cepat. Apalagi kalau sanitasi dan drainase kandang tidak higienis," tambahnya.
Penularan pada manusia, lanjut Yudha, jika terjadi kontak langsung dengan sapi perah yang telah terpapar bakteri itu. "Biasanya tenaga medis ternak wanita saat memeriksa kondisi kandungan sapi. Tapi kalau mengkonsumsi dagingnya tidak apa-apa asalkan dimasak dengan benar," katanya.
Sementara secara terpisah peternak sapi perah dari Desa Bendosari, Sanankulon Kab Blitar, Rizal Kurniawan (33) mengaku lebih ketat pada bio security kandang untuk mengeliminir kasus serupa.
"Mobilitas sapi perahan itu sangat tinggi, jadi saya lebih selektif memilih indukan. Juga lebih hati-hati masuk kandang. Sebelum masuk, semua wajib disemprot desinfektan," jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Rizal, peternak juga harus telaten memberikan vaksin pada anak sapi perah (Pedet) yang sudah berumur 5 bulan. "Vaksin itu utama, selain itu kebersihan kandang. Karena bisnis sapi perah kalau sudah kena bakteri Brucellosis ruginya sangat besar bisa ratusan juta," ungkap Rizal.
Sapi perah, kata dia, produksi susunya akan menurun jika jarak antara kehamilan pertama dan berikutnya lebih dari dua tahun. Untuk itu kondisi kesehatannya harus bener-benar terjaga.
Tingginya angka keguguran sapi perah di Blitar, menurut Rizal, karena rendahnya kesadaran peternak untuk menjaga kebersihan dan kesehatan ternak dan kandangnya. "Dari dinas peternakan, harusnya juga ada kontrol secara kontinyu per 6 bulan sekali ke peternak," harapnya. (fat/fat)