Tak ada satu pun tetangga dekat di sekitar panti kecuali kebun durian, makam dan hutan. Jaraknya dari permukiman penduduk sekitar 500 meter. Saat malam tiba, tentunya panti asuhan ini sunyi. Saat listrik ada pun, anak-anak panti cukup tak tenang dengan adanya makam di sisi barat panti. Apalagi saat listrik diputus PLN.
Itu terjadi setelah PLN memutus paksa instalasi ke panti dengan tuduhan pencurian listrik. Namun, kini anak-anak yatim itu bisa bernafas lega setelah membayar denda Rp 10,3 juta.
Salah satu anak panti, Ismi Fayatul (12) mengaku tidak hanya susah belajar, dirinya juga takut untuk pergi kemana-mana. "Pas lampunya menyala, kalau mau ke kamar mandi berangkat sendiri. Kalau pas lampunya mati, manggil pengasuh dulu," kata Ismi kepada detikcom, Jumat (14/7/2017).
Hal senada juga diungkapkan Aditiya Maulana (11), anak yatim asal Surabaya. "Kalau malam tidur sendirian tak berani, merinding, akhkirnya tidur bareng teman-teman di ruang belajar," tambah Aditiya.
Pengasuh panti asuhan Mokhamad Mukhidin (37) mengatakan, PLN memutus aliran listrik ke panti sejak 3 Juli 2017. Perusahaan pelat merah itu menuding pihak panti telah mencuri listrik.
Baca Juga: Kisah Anak Yatim Panti Vila Doa Pecah Celengan untuk Bayar Denda PLN
Sementara pengasuh panti asuhan Mokhamad Mukhidin (37) mengatakan, PLN memutus aliran listrik ke panti sejak 3 Juli 2017. Perusahaan pelat merah itu menuding pihak panti telah mencuri listrik.
"Sejak pertengahan tahun 2013, petugas instalasi atas perintah Kepala Desa Kembangbelor memasang lampu penerangan untuk halaman belakang panti. Memang mengambil listrik dari kabel di atas meteran, itu yang dianggap melakukan pencurian," kata Mukhidin kepada detikcom, Jumat (14/7/2017).
Mengetahui hal itu, lanjut Mukhidin, tanggal 3 Juli 2017, petugas PLN memutus aliran listrik ke Panti Asuhan Vila Doa Yatim Sejahtera. Meteran listrik disita oleh PLN. Bahkan, masjid panti yang menggunakan meteran listrik pasca bayar turut diputus alirannya.
"Atas tuduhan pencurian listrik itu, kami diminta membayar denda Rp 10,3 juta ke PLN," ujarnya.
Akibat pemutusan aliran listrik itu, kata Mukhidin, 54 anak yatim dan 3 lansia yang menghuni panti merasakan keresahan setiap malam tiba. Anak-anak kesulitan belajar saat malam hari karena minimnya penerangan. Terlebih lagi, panti asuhan ini terletak di tepi hutan bukit Jubel yang cukup jauh dari permukiman penduduk. Hanya lilin dan lampu tradisional berbahan bakar minyak tanah yang menerangi malam mereka.
"Anak-anak juga kesulitan minum air, karena air minum menggunakan pompa listrik. Harus beli air minum isi ulang yang jaraknya sekitar 5 kilometer dari panti," ungkapnya.
Namun setelah 8 hari hidup tanpa listrik, kini anak-anak yatim itu bisa bernafas lega. Itu setelah mereka mengumpulkan tabungan untuk membayar denda PLN. Selain itu, sumbangan dari para dermawan juga terkumpul untuk melunasi denda yang cukup besar itu. Bagaimana tidak, panti asuhan ini tak mempunyai donatur tetap yang mempunyai cukup dana.
"Alhamdulillah tanggal 11 Juli 2017 kami bayar dendanya sehingga hari itu juga dipasang lagi meteran listriknya," cetusnya.
Keceriaan pun dirasakan anak-anak panti asuhan ini setelah listri kembali mengalir. Seperti yang dikatakan Aditiya Maulana (11), asal Wonokromo, Surabaya yang sudah empat tahun tinggal di panti asuhan Vila Doa Yatim Sejahtera. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini