"Kan TNI ada 3 satuan yaitu Sat-81/Gultor, Denjaka, dan Denbravo 90. Kalau aksi bom teroris di istana, pengaman presiden tanggung jawab TNI. Kalau terjadi di situ, TNI yang turun. Pelibatan TNI bukan ambil alih Polri, tapi bersinergi. Ada saatnya polisi di depan, TNI back-up, bukan membantu karena TNI sudah memiliki tugas sendiri," ujar Supiadin di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (29/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"TNI dilibatkan bersinergi dengan Polri. Ini kan keinginan pemerintah. Kalau lihat sejarah terbentuknya pasukan anti-teror, TNI jauh lebih dulu. Ke depan kami melihat mengapa pemerintah ingin melibatkan TNI? Karena kami melihat analisa ancaman terorisme bukan lagi terhadap kamtibnas, tapi juga keamanan negara," tutur Supiadin.
Peran TNI dalam memberantas terorisme termasuk operasi militer selain perang yang diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Artinya, TNI harus mendapat izin dari presiden jika melakukan operasi militer selain perang.
Supiadin mengusulkan pemerintah membuat aturan turunan untuk mengatur lebih lanjut. Dalam hal ini, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sebagai pihak yang membuat PP.
"Nanti bikin PP nya. Kan kesulitan TNI itu dari 14 tugas di luar perang, belum ada PP nya. Yang buat itu pemerintah. Jadi Menhan buat PP ajukan ke presiden sehingga dalam UU terorisme sangat mungkin ada pasal yang harus dijabarkan jadi PP," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini