"Kami bukan mencari jabatan. Tapi bagaimana kami meluruskan yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung," ucap Hemas saat berkunjung ke kantor redaksi detikcom, Jalan Warung Jati Barat, Jakarta Selatan, Senin (15/5/2017).
Hemas menceritakan dinamika di kursi pimpinan menjelang akhir Maret 2017. Saat itu, kursi pimpinan DPD diduduki oleh M Saleh, GKR Hemas, dan Farouk Muhammad. Saleh, yang menggantikan Irman Gusman, masa jabatannya hanya sampai akhir Maret 2017 dan Saleh enggan kembali duduk di kursi pimpinan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dengan Saleh, Farouk dan Hemas dilantik pada 2014 hingga masa jabatan berakhir pada 2019. Meski demikian, masa jabatan pimpinan DPD saat itu menjadi polemik antara 2,5 tahun atau 5 tahun hingga akhirnya MA membatalkan tatib DPD yang mengatur masa jabatan pimpinan DPD 2,5 tahun. Dengan demikian, masa jabatan kembali ke 5 tahun.
Dalam kondisi penuh gonjang-ganjing itu, Hemas mengaku didatangi tiga orang yang menawarinya jabatan. Tentu dengan tindak lanjut ke proses selanjutnya.
"Ada tiga orang ketemu saya. Pak Farouk dijanjikan jadi gubernur di NTB. Saya diminta 'Sudah, kalau Bu Ratu bersedia duduk di MPR, saya antarkan ke tempat Pak OSO.' Kata-kata 'saya antarkan' seolah-olah saya yang minta. Saya nggak mau," tegas Hemas.
Pada akhirnya, muncul tatib baru yang mengembalikan masa jabatan pimpinan 2,5 tahun sehingga selesailah kepemimpinan M Saleh, GKR Hemas, dan Farouk Muhammad sebagai pimpinan DPD. OSO, Damayanti Lubis, dan Nono Sampono lalu dipilih jadi pimpinan DPD yang baru.
Hemas mengatakan selalu mengikuti mekanisme dan aturan yang berlaku, termasuk saat memimpin paripurna. Senator asal DIY ini menuturkan dia teguh memegang amanat untuk terus bertugas di DPD.
"Saya pegang prinsip bahwa saya punya tugas dan dipercaya daerah untuk di DPD hingga 2019," tutupnya. (imk/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini