SEMA itu ditandatangani Ketua MA Ali Said pada 1 Maret 1985. Rumusan SEMA itu adalah:
Apakah Hakim dapat memerintahkan agar terdakwa ditahan berdasarkan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP, apabila wewenang untuk menahan berdasarkan Pasal 26, 27, dan 29 ayat (2) KUHAP sudah seluruhnya habis dipergunakan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meskipun dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP ada ketentuan yang menyebutkan bahwa surat putusan pemidanaan harus memuat antara lain perintah supaya terdakwa ditahan, namun karena penahan itu menurut Pasal 1 butir 21 KUHAP harus dilakukan "menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini", maka apabila wewenang penahanan yang dimiliki Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi sudah habis dipergunakan, maka Hakim Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi tidak dapat memerintahkan "agar terdakwa ditahan" di dalam putusannya," bunyi SEMA 8/1985 sebagaimana dikutip detikcom dari JDIH MA, Selasa (9/5/2017).
Bagaimana bila sebelum vonis PN, terdakwa tak ditahan, apakah hakim Pengadilan Negeri bisa menahan?
Pasal 193 ayat (2) huruf a menyatakan:
Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan, cukup untuk itu.
Lantas, apa bunyi Pasal 21 tersebut? Pasal 21 KUHAP mengatur syarat memerintahkan penahanan apabila memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan. Pasal 21 tersebut melekat kepada aparat penegak hukum.
Bunyi Pasal 21 ayat 1 berbunyi:
Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
Atas dasar hukum di atas, maka dalam praktik peradilan yang berlaku, jarang ditemukan Pengadilan Negeri tiba-tiba menetapkan penahanan terdakwa yang sebelumnya tidak ditahan.
Seperti terdakwa korupsi yang juga hakim Pengadilan Tinggi Agama, Syamri Adnan. Ia divonis 3 tahun penjara dan hingga kini belum ditahan, karena putusan itu belum berkekuatan hukum tetap. Selama proses penyelidikan hingga putusan banding, Syamri tidak ditahan. Syamri kini menunggu vonis kasasi.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini