Kebijakan yang ditandatangani Trump pada 27 Januari itu, melarang warga tujuh negara mayoritas muslim -- Irak, Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman -- masuk ke AS, setidaknya untuk 90 hari ke depan. Kebijakan itu juga menangguhkan penerimaan pengungsi Suriah untuk waktu yang tak ditentukan dan pengungsi dari seluruh negara lainnya untuk 120 hari ke depan.
Seperti dilansir media Inggris, Business Insider, Jumat (3/2/2017), donasi dari staf Twitter itu awalnya dilaporkan oleh TechCrunch dan BuzzFeed, sebelum akhirnya dikonfirmasi oleh juru bicara Twitter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para staf Twitter menggalang dana sebesar US$ 530 ribu (Rp 7 miliar) untuk organisasi HAM itu. Jumlah ini ditambah menjadi US$ 1,59 juta (Rp 21 miliar) oleh Direktur Twitter Omid Kordestani dan CEO Twitter Jack Dorsey.
"Upaya kami masih jauh dari akhir. Dalam beberapa bulan ke depan, kita akan melihat banyaknya gugatan hukum, dorongan legislatif dan pernyataan publik. Namun selama kebebasan sipil terancam, saya bangga mengetahui sebagai individu kita akan berjuang mempertahankan kebebasan dan menjaga orang lain," ucap penasihat hukum Twitter, Vijaya Gadde, dalam pernyataannya seperti didapatkan TechCrunch.
Kebijakan imigrasi Trump yang kontroversial itu telah memicu kemarahan berbagai pihak termasuk komunitas teknologi AS. Berbagai perusahaan termasuk Facebook, Google dan Airbnb mengecam penangguhan penerimaan pengungsi dan larangan masuk untuk warga 7 negara tertentu itu.
Baca juga: Protes Trump, Warga Yaman di New York Berdemo dan Salat Berjamaah
Goggle meluncurkan penggalangan dana krisis yang mencapai US$ 4 juta (Rp 53 miliar) yang mungkin akan disumbangkan ke ACLU dan organisasi lain yang berjuang melawan kebijakan Trump itu. ACLU sendiri telah menerima donasi total US$ 24 juta (Rp 320 miliar) via online usai kebijakan Trump diberlakukan. Jumlah itu merupakan peningkatan drastis yang didapat organisasi non-profit ini, yang setahun biasanya hanya meraup donasi US$ 4 juta.
CEO Twitter sebelumnya telah berkomentar keras melawan kebijakan Trump ini. "Dampak ekonomi dan kemanusiaan dari Perintah Eksekutif ini sungguh nyata dan mengecewakan. Kami mendapat manfaat dari apa yang dibawa pengungsi dan imigran ke AS," tegasnya pada Sabtu (28/1).
(nvc/ita)