Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut sekitar 65 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, demi menghindari praktik kekerasan oleh militer Myanmar di negara bagian Rakhine. Kekerasan dilaporkan mulai marak setelah 9 polisi perbatasan Myanmar tewas diserang pada 9 Oktober 2016 lalu.
Seperti dilansir Reuters, Selasa (31/1/2017), otoritas Bangladesh pada awalnya mengajukan rencana untuk mengirimkan warga Rohingya ke Thengar Char, yang kerap dilanda banjir saat gelombang pasang. Rencana itu memancing kemarahan kelompok HAM setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemberitahuan tertanggal 26 Januari 2017 diposting pada situs kabinet pemerintahan Bangladesh, dengan isinya menyebut sejumlah komisi telah dibentuk untuk mengawasi aliran warga Rohingya ke Bangladesh.
Aliran warga Rohingya yang semakin besar itu, memicu kekhawatiran otoritas Bangladesh terhadap persoalan ketertiban dan penegakan hukum karena Rohingya bercampur dengan warga setempat.
Oleh karena itu, seperti disebutkan pemberitahuan itu, otoritas Bangladesh mempersiapkan daftar warga Rohingya yang untuk sementara, akan dipindahkan ke Thengar Char sebelum dipulangkan ke Myanmar.
Baca juga: 65 Ribu Warga Rohingya Lari ke Bangladesh Sejak Operasi Militer
Seorang pejabat senior Kementerian Dalam Negeri Bangladesh menyatakan, proses merelokasi warga Rohingya ke pulau tersebut akan memakan waktu. "Jika tempat itu tidak layak ditinggali, pemerintah akan membuatnya layak ditinggali," tegas pemberitahuan itu.
Ratusan warga Rohingya tewas dalam bentrokan di Rakhine tahun 2012 lalu. Oleh warga Myanmar yang mayoritas menganut Buddha, Rohingya dipandang sebagai imigran ilegal dari Bangladesh. Meski sejak lama tinggal di Rakhine, mereka tidak mendapat status kewarganegaraan dan dibatasi aksesnya ke pekerjaan dan pendidikan. (nvc/ita)











































