Elor Azaria disidang di pengadilan militer setempat sejak Mei 2016, atas dakwaan pembunuhan, tak disengaja, terhadap seorang warga Palestina -- pelaku serangan -- yang sudah tergeletak tak berdaya. Dalam insiden pada Maret 2016 itu, Azaria tetap melepas tembakan ke arah korban yang tak bergerak.
Politikus sayap kanan Israel banyak membela Azaria, namun para petinggi militer mengecam tindakannya ini. Dalam persidangan yang digelar Selasa (4/1), pengadilan militer Israel memvonis Azaria bersalah atas dakwaan pembunuhan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pembacaan putusan, hakim Kolonel Maya Heller menyatakan, tidak ada alasan bagi Azaria untuk melepas tembakan karena warga Palestina itu tidak lagi memberikan ancaman untuknya. "Motif penembakan itu adalah, dia merasa teroris pantas mati," sebutnya.
Baca juga: Tembak Mati Pria Palestina, Tentara Israel Bersalah Atas Pembunuhan
Penembakan yang terjadi 24 Maret 2016 di Hebron, Tepi Barat itu terekam video amatir dan beredar luas di internet. Kasus ini memicu perdebatan politik sengit di Israel. Terlebih saat Netanyahu menelepon ayah Azaria untuk menyampaikan simpatinya.
Secara terpisah, kantor Presiden Israel Reuven Rivlin merilis pernyataan usai putusan pengadilan dikeluarkan, yang isinya menyebut bahwa pembahasan soal pengampunan masih terlalu prematur saat ini.
Pernyataan kantor Presiden Rivlin juga menyebut, permohonan pengampunan hanya bisa diajukan oleh Azaria sendiri, pengacara atau keluarga dekatnya, juga setelah proses persidangan selesai.
Pembacaan vonis untuk hukuman bagi Azaria akan dilakukan dalam sidang selanjutnya. Azaria yang kini berusia 20 tahun ini, terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan bisa mengajukan banding.
"Dalam situasi itu, permohonan pengampunan harus diajukan, kemudian akan dipertimbangkan oleh presiden sejalan dengan aturan yang berlaku dan setelah mendapat rekomendasi dari otoritas terkait," tutup pernyataan kantor Presiden Rivlin itu.
(nvc/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini