Seperti dilansir AFP, Kamis (22/9/2016), kerusuhan dalam unjuk rasa memprotes kematian warga kulit hitam di tangan polisi AS, pertama terjadi di Charlotte, North Carolina sejak Selasa (20/9) malam waktu setempat. Demonstran melempari polisi dengan batu dan menyerang mobil polisi, yang memicu tembakan gas air mata dari polisi.
![]() |
Kerusuhan di Charlotte diwarnai aksi kekerasan dan penjarahan yang melukai 16 polisi dan beberapa demonstran. Belakangan, seorang warga sipil terkena tembakan dalam kerusuhan yang berlanjut hingga Rabu (21/9) malam. Otoritas kota Charlotte menegaskan, warga sipil itu terkena tembakan seorang warga sipil lainnya. Tidak dijelaskan kronologi penembakan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Aksi Memprotes Penembakan Pria Kulit Hitam di AS Bentrok, 12 Polisi Luka
Aksi protes juga terjadi di Tulsa, Oklahoma, setelah penembakan seorang pria kulit hitam lainnya bernama Terence Crutcher yang terjadi lebih dulu, yakni pada Jumat (16/9).
"Kedua Wali Kota (Charlotte dan Tulsa) memberikan laporan perkembangan situasi di lapangan dan unjuk rasa di kota masing-masing kepada Presiden (Obama)," terang pejabat Gedung Putih yang enggan disebut namanya.
![]() |
Pejabat itu menyebut, Presiden Obama sudah menghubungi langsung Wali Kota Charlotte Jennifer Roberts dan Wali Kota Tulsa Dewey Bartlett. Dalam telepon itu, Obama meminta semua pihak tetap tenang.
"Presiden dan kedua Wali Kota menekankan bahwa setiap aksi protes harus dilakukan dalam cara penuh perdamaian dan agar penegak hukum setempat menemukan cara untuk menangani aksi protes secara tenang dan produktif," sebut pejabat Gedung Putih itu.
Baca juga: Protes Penembakan Pria Kulit Hitam di AS Berlanjut, Satu Orang Terluka
"Presiden menyampaikan belasungkawa kepada kedua Wali Kota atas peristiwa tragis ini dan memastikan komitmen pemerintah untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan," imbuhnya.
Kerusuhan rasial yang dipicu serangkaian penembakan warga kulit hitam oleh polisi, seperti di Baton Rouge, Louisiana dan St Paul, Minnesota, merajalela beberapa waktu lalu. Maraknya insiden penembakan terhadap warga keturunan Afrika-Amerika memicu seruan reformasi penegak hukum di AS.
(nvc/trw)