"Kami melakukan diskusi terbatas dengan Komnas HAM yang diwakili ketua Komnas HAM yaitu Imdadun Rahmat dan wakilnya dan kami juga mengundang pegiat hak asasi manusia, dan Pak Alvon Ketua YLBHI," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan usai acara tabur bunga di Kantor DPP PDIP, Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (27/07/2016).
Didampingi sekjen DPP PDIP Hasto Kristyanto dan Wagub DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat, Trimedya mengungkapkan alasan diadakannya rapat tertutup dengan Komnas HAM tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, setelah diskusi tersebut akhirnya ditemukan benang merah hasil penelusuran Komnas HAM yang menjadi alasan mengapa kasus 27 Juli itu hingga kini belum menjadi kasus pelanggaran HAM berat.
"Karena bahwa antara penyerangan dan penyerbuan dan korban dianggap belum ada hubungan yang saling bertautan. Kedua, kurangnya dukungan dari aparat penegak hukum yang lain juga," kata Trimedya.
Dia menyebutkan aparat penegak hukum yang dimaksud adalah Kejaksaan Agung yang menurutnya dianggap sangat lemah dalam memberi dukungan dalam menghadirkan saksi yang diperlukan untuk kasus tersebut.
Trimedya juga menambahkan, faktor lain yang membuat penyelidikan stagnan adalah karena lemahnya dukungan politik sehingga untuk bisa mencapai status pelanggaran HAM berat harus melalui DPR, meskipun hingga saat ini pengadilan HAM ad hoc belum terbentuk.
"Disyaratkan juga untuk bisa mencapai upaya yang terakhir di ujungnya dibentuknya pengadilan HAM ad hoc, masalahnya di HAM ad hoc diisyaratkan harus ada rekomendasi dari DPR seperti kasus Trisakti, Semanggi 1 dan 2 dan kerusuhan Mei," lanjut Trimedya.
Komnas HAM sendiri menegaskan siap berkoordinasi dengan DPP PDIP untuk membantu menuntaskas kasus yang menewaskan 5 orang, hilangnya 23 orang dan 148 orang terluka pada 20 tahun silam tersebut.
(rii/rii)