Menang Lawan China di Mahkamah Arbitrase, Filipina: Tetap Sabar dan Tenang

Menang Lawan China di Mahkamah Arbitrase, Filipina: Tetap Sabar dan Tenang

Nograhany Widhi K - detikNews
Selasa, 12 Jul 2016 17:37 WIB
Foto: Reklamasi pulau buatan di kawasan Scarborough oleh China untuk memiliki kontrol penuh atas wilayah Laut China Selatan yang dipersengketakan.
Manila - Mahkamah Arbitrase Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Den Haag menolak klaim China atas Laut China Selatan dan mengabulkan keberatan Filipina. Ini respons Filipina.

"Ahli kami sedang mempelajari penghargaan ini dengan hati-hati dan teliti atas hasil arbitrase yang penting dan layak ini," tutur Menteri Luar Negeri Filipina Perfecto Yasay dalam jumpa pers seperti dilansir Reuters, Selasa (12/7/2016).

"Kami mengaimbau semua warga tetap tenang dan sabar. Filipina sangat menegaskan penghormatannya terhadap putusan yang sangat penting ini," imbuh Yasay.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahkamah Arbitrase di Den Haag, Belanda, memutuskan bahwa klaim historis China di Laut China Selatan tak memiliki landasan hukum.

Dalam putusan yang dikeluarkan hari ini seperti dilansir BBC, Mahkamah juga menyatakan bahwa reklamasi pulau yang dilakukan China di perairan ini tidak memberi hak apa pun kepada pemerintah China.

Mahkamah mengatakan China telah melakukan pelanggaran atas hak-hak kedaulatan Filipina dan menegaskan bahwa China 'telah menyebabkan kerusakan lingkungan' di Laut China Selatan dengan membangun pulau-pulau buatan.

Hakim di pengadilan ini mendasarkan putusan mereka pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang ditandatangani baik oleh pemerintah China maupun Filipina. Keputusan ini bersifat mengikat, namun Mahkamah Arbitrase tak punya kekuatan untuk menerapkannya.

Perkara sengketa Laut China Selatan yang ditangani Mahkamah ini didaftarkan secara unilateral oleh pemerintah Republik Filipina untuk menguji keabsahan klaim China antara lain berdasarkan the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982.

China mengklaim gugus kepulauan di kawasan Laut China Selatan berdasarkan peta sepihak tahun 1947, di mana peta tersebut mencakup hampir seluruh kawasan termasuk Kepulauan Spratley di dalamnya dengan ditandai garis-garis merah (the nine dash line).

Sebaliknya Filipina menyatakan bahwa kawasan yang diketahui kaya cadangan minyak dan gas bumi itu adalah wilayahnya. Kepulauan Spratley dan perairan sekitarnya juga berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), berada dalam radius 200 mil laut sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982.

Pemerintah China sendiri menyebut dasar keputusan Mahkamah Arbitrase ini 'sangat lemah'. Pernyataan yang diterbitkan kantor berita resmi Xinhua menyebutkan 'keputusan Mahkamah Arbitase 'tak berlaku'.

Sebelum keputusan dikeluarkan, pemerintah China juga menegaskan bahwa mereka akan mempertahankan kepentingan militer mereka di Laut China Selatan dan menambahkan bahwa militer China telah disiagakan untuk 'menghadapi ancaman dan tantangan'.

Ini adalah untuk pertama kalinya mahkamah internasional mengeluarkan keputusan tentang klaim-klaim kedaulatan di Laut China Selatan. (nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads