Pemerhati Pemilu Desak Dana Relawan Agar Diatur dalam UU Pilkada

Pemerhati Pemilu Desak Dana Relawan Agar Diatur dalam UU Pilkada

Wisnu Prasetiyo - detikNews
Selasa, 28 Jun 2016 06:42 WIB
Foto barang dagangan Teman Ahok, salah satunua kaos. (Foto: Grandyos Zafna)
Jakarta - Jelang pilkada 2017, fenomena gerakan relawan kembali muncul. Teman Ahok adalah salah satu kelompok relawan yang sangat aktif bergerak sebagai pendukung Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama untuk kembali maju dalam Pilgub DKI 2017.

Kemunculan gerakan relawan bukan suatu yang buruk, namun merupakan salah satu bentuk kanal partisipasi publik yang patut diapresiasi. Namun belakangan Teman Ahok diguncang persoalan, seperti informasi yang menyebutkan adanya aliran uang sebesar Rp 30 Miliar yang diduga diterima Teman Ahok dari salah satu pengembang reklamasi.

Teman Ahok sebenarnya cukup transparan dalam mengelola pembukuan keuangan. Mereka mempublikasikan laporan keuangan tersebut kepada publik melalui website temanahok.org.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam laporan keuangan Juni 2015, Teman Ahok mencatat mendapat sumbangan perseorangan sebesar Rp 500 juta. Namun, Identitas penyumbang tidak dicantumkan. Apakah melanggar aturan?

"Jika mengacu pada aturan formil maka tidak bisa disimpulkan bahwa sumbangan ini melanggar aturan. Hal tersebut dikarenakan sumbangan ini masih berada di luar tahapan pemilu. Praktik ini juga jamak dilakukan oleh partai dan kandidat dalam pemilu, ini belum diatur dalam UU pemilu," demikian seperti yang tercantum dalam siaran pers ICW, JPRR dan Perludem yang diterima detikcom, Senin (27/6/2016).

Indonesia Corruption Watch (ICW), Jaringan Pendidikan dan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai setidaknya ada dua alasan mengapa pendanaan relawan ini harus diatur dalam pemilu.

"Pertama, relawan telah bergerak layaknya tim pemenangan kandidat. Teman Ahok saat ini memang belum melakukan kegiatan pemenangan melainkan penggalangan dukungan dalam bentuk KTP agar Ahok bisa maju dalam Pilkada DKI melalui jalur perseorangan. Namun, hal tersebut patut dimaknai sebagai tahapan pra-pemilu yang juga membutuhkan ongkos politik besar," jelas mereka.

"Alasan kedua relawan melakukan penggalangan dana publik, baik secara langsung atau tidak. Apabila dilihat dari laporan keuangan yang secara terbuka dipublikasikan, keuangan teman ahok berasal dari dua sumber, yaitu sumbangan perseorangan dan penjualan merchandise," sambungnya.

Oleh sebab itu, mereka merekomendasikan agar DPR dan pemerintah mengatur aktivitas kegiatan relawan khususnya dalam aspek pendanaan agar tidak terjadi kekosongan hukum. Mereka juga meminta agar KPU segera menyusun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mengatur kewajiban pelaporan dan audit dana pra-pendaftaran dari kandidat dan relawan pendukungnya.

"Calon kandidat pilkada dan relawan yang saat ini aktif melakukan aksi dukungan dan menggalang dana publik berinisiatif untuk menyusun dan melaporkan laporan keuangan mereka kepada KPU serta membukanya kepada publik. Kelompok relawan sebaiknya mencantumkan identitas penyumbang dana mereka secara terbuka," tutupnya.

"Dampak tidak diaturnya keuangan pra-pemilu ini sama bahayanya dengan apabila dana kampanye tidak diatur. Misalnya, masuknya dana illegal yang dapat melahirkancorrupt exchange antara kandidat dengan donatur, baik pra ataupun pasca pemilu.Dana itu juga potensial masuk melalui kelompok relawan," tuturnya. (dnu/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads