Mustafa yang berusia 59 tahun ini merupakan warga Mesir yang diketahui tinggal di distrik miskin Helwan, Kairo bagian selatan. Dengan berbekal sabuk peledak palsu, Mustafa membajak pesawat EgyptAir rute domestik Alexandria-Kairo pada Selasa (29/3) dan memaksa pesawat itu terbang ke Siprus.
Seperti dilansir media setempat, AhramOnline, Kamis (31/3/2016), permohonan ekstradisi ini mengutip perjanjian antara Mesir-Siprus tahun 1996 lalu, soal ekstradisi pelaku kriminal antara kedua negara. Sejumlah perjanjian internasional soal ekstradisi juga menjadi dasar permohonan ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mustafa ditangkap kepolisian Siprus usai menyerahkan diri di bandara Larnaca. Oleh jaksa setempat, Mustafa terancam dijerat beberapa dakwaan seperti pembajakan, kepemilikan ilegal atas bahan peledak, penculikan dan ancaman untuk melakukan kekerasan.
Dalam persidangan yang digelar di Larnaca, Rabu (30/3) waktu setempat, pengadilan mengabulkan permohonan polisi untuk memperpanjang masa penahanan Mustafa menjadi 8 hari, dengan alasan dia dikhawatirkan kabur.
Kepada polisi, Mustafa telah mengakui tindak pembajakan yang dilakukannya. Dia juga mengakui tindakan ini dilakukan karena dirinya ingin bertemu mantan istri dan anak-anaknya yang tinggal di Siprus.
Otoritas Siprus menyebut kondisi kejiwaan Mustafa tidak stabil. Hal ini merujuk pada tuntutan Mustafa yang berubah-ubah saat pembajakan berlangsung, seperti meminta agar surat yang ditulisnya diserahkan ke mantan istrinya, hingga meminta pembebasan 64 tahanan wanita di Mesir.
Baca juga: Salam Dua Jari dari Pembajak yang Rindu Mantan Istri
(nvc/ita)