"Kami sudah lama mendengar adanya praktik prostitusi di eks (Lokalisasi) Dolly. Tetapi kami masih kesulitan mengendusnya," kata Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Takdir Mattanete kepada wartawan, Selasa (25/8/2015).
Setelah memastikan ada praktik tersebut, pada Senin (24/8/2015) malam, polisi bersama satpol PP melakukan penggerebekan terhadap bekas wisma New Borneo. Di dalam wisma didapati tiga muncikari dan tiga PSK yang masih melayani tamunya. Tiga muncikari itu adalah Sugianto (47), Sagito Darmaji (46), dan Siti Halimah (46). Mereka segera dibawa ke kantor polisi.
Takdir menerangkan, praktik prositusi di eks Lokalisasi Dolly memang tidak dilakukan secara terang-terangan. Para muncikari biasanya nongkrong di warung kopi dan melambaikan tangan sebagai isyarat bahwa mereka mempunyai 'barang' untuk ditawarkan kepada pengguna jalan yang melintas.
"Kalau ada patroli satpol PP dan polisi, muncikari ini tidak berani. Mereka hanya nongkrong saja di warung kopi," lanjut Takdir.
Bila ada yang berhenti dan tertarik, transaksi pun dimulai. Para muncikari ini tak mempunyai foto untuk diperlihatkan. Muncikari hanya menjelaskan ciri-ciri PSK nya. Bila deal, acara selanjutnya berlanjut ke wisma. Muncikari segera menghubungi PSK yang dipesan pria hidung belang.
Tentu saja mereka tidak lewat depan. Keadaan di depan wisma tetaplah gelap sehingga terlihat tidak ada aktivitas di dalamnya. Tetapi suasana di dalam sebenarnya hidup. Jalan masuk wisma dilalui melewati pintu belakang.
Salah seorang muncikari, Sugianto, mengatakan bahwa tarif untuk satu PSK adalah Rp 200-Rp 300 ribu. Pembagian antara PSK dan muncikari adalah 50:50. Tarif tersebut belum termasuk tarif kamar. Pelanggan bisa membayar tarif kamar ke PSK atau muncikari.
"Tapi kalau sepi, biasanya saya menawarkannya Rp 150 (ribu)," ujar Sugianto yang mengaku mempunyai lima PSK dan baru menjalankan bisnisnya selama tiga bulan belakangan.
Salah satu PSK, AG, mengaku pekerjaan lamanya itu dilakukannya secara sambilan. Bila ada order, dia akan datang memenuhi panggilang sang muncikari. AG yang berasal dari Madiun itu kini bekerja di salon.
"Sebelum ditutup pemkot, saya bisa pegang banyak duit dan kirim uang ke kampung seminggu sekali. Kini sudah tak bisa lagi," ujar AG.
Polisi sendiri masih terus memelototi praktik prostitusi di eks Lokalisasi Dolly. Takdir sendiri menduga masih banyak muncikari lain yang belum tertangkap.
"Mereka mempunyai kode sendiri bila ada patroli atau penggerebekan. Saat ini mereka sedang tiarap, tapi akan terus kami awasi," tandas Takdir.
(iwd/imk)