Hal itu terlihat dalam diskusi bertajuk 'Islam, Modernitas dan Keindonesiaan' yang digelar oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS). Sebagai pembicara dalam acara ini adalah Hajriyanto Tohari dari kalangan Muhammadiyah dan Akhmad Sahal dari kalangan NU. Sementara Hanif Dhakiri yang kini menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan berasal dari kalangan NU, didapuk sebagai moderator.
Muhammadiyah yang menggaungkan slogan Islam berkemajuan, sementara NU dengan Islam Nusantara-nya, dianggap sebagai dua sisi yang berbeda dari mata uang yang sama. Kedua organisasi ini hanya menggunakan alat ukur yang berbeda namun tujuannya searah. Muhammadiyah untuk kemajuan, sementara NU untuk kemaslahatan (kesejahteraan) umat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Justru Islam Nusantara dan berkemajuan adalah menerapkan Islam secara menyeluruh," imbuhnya.
Senada dengan Sahal, Hajriyanto menyebut bahwa Muhammadiyah juga menanamkan nilai-nilai nasionalisme yang kuat. Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar kemarin, bukan Islam berkemajuan yang ditanamkan kepada para kader, melainkan Indonesia berkemajuan.
"Bagi Muhammadiyah, Indonesia berkemajuan memiliki basis ideologi dan basis konstitusi yang kuat. Dan bagi Muhammadiyah, itu sesuatu yang sungguh-sungguh mewujudkan," ujar Hajriyanto.
Hajri kemudian bercerita tentang tokoh-tokoh kemerdekaan yang berasal dari kalangan Muhammadiyah. Kemudian tentang kepeloporan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan dalam menyadarkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terjajah untuk bergerak.
"Dalam pandangan Muhammadiyah, Indonesia berkemajuan memiliki akar. Islam berkemajuan merupakan aktualisasi dari cita-cita proklamasi," tuturnya.
(kff/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini