Sesaat setelah hakim Sarpin Rizaldi mengabulkan praperadilan Komjen Budi Gunawan (BG), Prof Dr Hibnu Nugroho mengatakan vonis itu akan membuat kekacauan hukum. Ramalan itu terbukti. Sedikitnya dua tersangka korupsi sudah meniru langkah Komjen BG itu.
Kala itu, Hibnu menyatakan 'putusan Sarpin merupakan kesesatan yang luar biasa dan merusak sistem. Ini bisa menyerang balik polisi, nanti di tiap-tiap Polres, Polsek para tersangka langsung menggugat praperadilan. Begitu ditetapkan tersangka, pencopet, pencuri, narkotika, langsung praperadilan. Kelabakan mereka. Pengadilan juga banjir perkara'. (Baca: Ahli Pidana: Hakim Sarpin Rusak Sistem Hukum, Bisa Serang Balik Polisi)
Hal ini terbukti. Serangan balik mulai dilancarkan ke polisi. Tersangka kasus korupsi di Banyumas, Jawa Tengah, Mukti Ali menggugat praperadilan Polres Banyumas karena ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, kewenangan praperadilan dalam KUHAP dibatasi dengan tegas dan penetapan tersangka bukan termasuk objek praperadilan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tujuan hukum yaitu membuat keteraturan tata masyarakat akhirnya tidak terwujud. Hukum acara yang menitikberatkan terwujudnya kepastian hukum, malah membuat ketidakpastian hukum.
"Ini yang disebut dengan anomali hukum," ujar Prof Hibnu.
Selain Mukti Ali, mantan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali juga mengekor langkah Komjen BG. Oleh sebab itu, Prof Hibnu meminta Mahkamah Agung (MA) segera menyudahi kegaduhan hukum tersebut.
"MA harus menyetop. Segera batalkan putusan Sarpin. Kalau tidak, semua tersangka akan melakukan hal yang sama. Tidak hanya tersangka korupsi, tapi juga tersangka yang ditetapkan polsek, kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi, polres hingga Kejaksaan Agung," pungkas Prof Hibnu.
(asp/mpr)