Kata Tedjo, dirinya akan mengambil langkah menyelesaikan permasalahan tersebut. Ia akan berbicara dengan pihak-pihak terkait tentang PK yang bisa dilakukan berkali-kali itu.
"Nanti ya, dengan MA akan kita perbincangkan soal itu," kata Tedjo saat diwawancarai wartawan di Gedung Balai Samudera, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (16/12/2014) pagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Tedjo, Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna H Laoly juga mengaku tidak setuju dengan putusan MK membuat PK bisa dilakukan berkali-kali. Menurutnya, PK cukup satu kali.
"Harus ada kepastian hukum. Saya kira PK itu harus dibatasi. Ada presiden yang membuka-buka....Saya rasa harus kita kembali kepada azas kepastian hukum. PK itu sebetulnya harus sekali saja dan ada perlu perbaikan ketentuan untuk itu," kata Laoly saat diwawancarai di Gedung Sentra Mulia, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (6/11/2014) lalu.
Seperti diketahui, MK membatalkan ketentuan pasal 368 ayat 3 KUHAP atas permintaan Antasari Azhar. Akibatnya, terpidana bisa mengajukan peninjauan ke PK berkali-kali.
Putusan MK itu kemudian menjadi kontroversi hingga saat ini. Salah satunya pelaksanaan eksekusi mati para gembong narkoba yang telah divonis bisa terkatung-katung dengan dalih terpidana masih ingin mengajukan PK lagi.
(bar/fjr)