Pelaku pembunuhan itu tidak lain ibu korban sendiri, bernama Tumini (40) warga Desa Bubakan, Kecamatan Tulakan. Peristiwa itu tergambar dalam rekonstruksi yang digelar di belakang Mapolsekta Pacitan, Jalan WR Supratman, Rabu (30/3/2011) sore.
"Rekonstruksi memang sengaja tidak kita laksanakan di TKP. Sebab kami khawatir tersangka mengalami depresi jika disaksikan banyak orang," ujar Kapolsekta Pacitan, AKP Sardjono kepada wartawan disela rekonstruksi.
Dalam reka ulang yang terdiri dari 12 adegan, tersangka memperagakan kembali proses kelahiran hingga si jabang bayi akhirnya menghembuskan nafas terakhir. Menjelang saat melahirkan, tersangka keluar rumah lalu menuju ke lahan pekarangan milik Heri Wiyono, yang merupakan majikan tersangka. Dipilihnya lokasi yang berada di bawah pohon pisang lantaran dianggap lebih aman.
Rupanya, sebagai ibu rumah tangga tersangka telah cukup berpengalaman menghadapi masa persalinan. Buktinya, sebelum jabang bayi keluar dia pun telah menyiapkan alas berupa kain jarik.
Layaknya kelahiran normal, tersangka Tumini lalu duduk dengan posisi selonjor menghadap ke pohon pisang. Persalinan pun berjalan lancar tanpa bantuan orang lain.
Namun tampaknya, kelahiran bayi tersebut memang tidak diinginkan tersangka. Tersangka juga sempat ketakutan jika aksi biadab yang dilakukan sekitar pukul 01.00 WIB dinihari itu diketahui tetangga sekitar. Sesaat setelah bayi lahir disertai tangisan, tangan Tumini langsung mengambil under rok yang telah dilepasnya lebih dulu.
Pakaian dalam itu lalu digunakannya untuk membekap muka korban. Tentu saja, hanya dalam hitungan menit korban tak bisa bernafas hingga akhirnya meninggal.
Bukan itu saja, kuatnya cengkeraman tangan tersangka juga menyebabkan muka korban robek. Selain itu, juga ditemukan luka memar pada tengkuk korban.
Puas menghabisi darah dagingnya sendiri, Tumini lalu masuk ke dalam rumah. Perempuan setengah baya itu langsung menuju kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya.
Namun usai keluar dari kamar mandi, fikirannya kembali gundah. Sebab, anak yang telah dibunuhnya masih dibiarkan telanjang bulat dan tergeletak di bawah pohon pisang. Kondisi ini tentu sangat memudahkan terbongkarnya tindakan tak berperikemanusiaan tersebut.
Beberapa saat kemudian, tersangka memutuskan kembali ke TKP. Tidak ketinggalan, perempuan yang sudah cukup lama pisah ranjang dengan suaminya dan ditinggal merantau ke luar Jawa itu membawa kantong plastik warna hitam.
Setibanya di lokasi, tubuh bayi yang masih bersimbah darah lalu masukkan ke dalam plastik lengkap dengan tali pusarnya. Bungkusan tersebut lalu digantungkan di pohon pisang lain yang berjarak sekitar 10 meter dari TKP. Sedangkan kain jarik yang digunakan untuk alas saat persalinan dibiarkan berada di tempat semula. Merasa aksinya tidak tercium, tersangka kembali ke dalam rumah.
Namun, serapat apapun tersangka menyimpan perbuatan bejatnya, toh akhirnya terbongkar juga. Jasad bayi naas itu ditemukan warga setempat, Sabtu (26/3/2011) pagi. Hanya selang kurang dari 4 jam sejak ditemukannya mayat korban, polisi berhasil membekuk tersangka yang sedang bersembunyi di kamar mandi.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan dan rekonstruksi, korban dipastikan tewas karena dibunuh. Namun tentunya hal itu masih akan kami cocokkan dengan hasil otopsi yang saat ini belum keluar. Sedangkan motifnya karena tersangka malu, karena bayi tersebut diduga merupakan hasil hubungan gelap," tambah Sardjono.
Usai menjalani rekonstruksi, tersangka kembali diamankan di tahanan Polres Pacitan. Polisi menjeratnya dengan pasal 342 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.
(bdh/bdh)