Kerapan kerbau merupakan tradisi turun-temurun yang diselamatkan warga Pulau Kangean. Sepasang kerbau diadu kecepatannya dengan sepasang kerbau lainnya tanpa joki (Tidak sama dengan kerapan sapi). Melainkan si joki naik kuda dan mengejar sepasang kerbau sambil memukul dari arah samping dan belakang.
Setiap pengunjung juga berebut untuk memukul kerbau yang lari kencang di lapangan sepanjang 200 meter. Alat pukulnya dari kayu besar berukuran diameter 5 cm dan panjang 1 meter. Bahkan, para pengunjung ikut mengejar kerbau untuk bisa memukul berulang-ulang.
Setiap kali pukulan diniatkan untuk mengusir roh halus yang gentayangan serta berbagai penyakit dan sejumlah bahaya yang melanda desa setempat. Warga meyakini jika setiap panen padi selalu ada bahaya yang mengancam, baik pada manusia maupun pada hewan peliharaannya serta padi yang baru dipanen.
Konon, tempo dulu di wilayah Arjasa dan sekitarnya banyak hewan ternak yang mati dan hasil pertanian merugi. Bahkan, segala macam penyakit menimpa warga. Bermula dari hal itu, petuah desa setempat menyarankan agar menggelar kerapan kerbau seperti yang digelar warga saat ini kala musim padi tiba.
Kerapan kerbau tergolong berisiko tinggi, selain tidak ada pembatas antara pengunjung dengan lintasan kerbau, juga anak-anak kecil disarankan ikut memukul kerbau dari jarak dekat. Tak ayal jika setiap pagelaran kerapan kerbau selalu ada yang terinjak kerbau dan ditabrak kuda yang sedang melaju kencang mengejar kerbau hingga finish.
Setelah di finish, pemilik kerbau berjoget dengan iringan musik tradisional saronen. Mereka bersyukur dan senang karena acara ritual tolak balak dapat digelar dengan meriah. Mereka seakan tak peduli dengan lumpur yang memenuhi tubuhnya.
Salah seorang tokoh masyarakat Desa Kolo-Kolo, Kecamatan Arjasa, Sumenep, Rahman (52) mengatakan, kerapan kerbau digelar tiap tahun pada musim panen padi. "Menjelang musim panen padi yang pertama, warga sudah siap-siap untuk menggelar kerapan kerbau," ujar Rahman kepada detiksurabaya.com, Rabu (4/2/2009).
Selain bentuk syukur, kata dia, juga bertujuan untuk tolak balak dan keselamatan warga petani. "Tujuan utamanya untuk tolak balak. Kehidupan warga jangan sampai diganggu oleh roh halus maupun segala macam bahaya yang setiap saat bisa saja terjadi," tegasnya.
Kerapan kerbau untuk tolak balak itu hanya ditemui di Pulau Kangean, Sumenep. Sedangkan di kabupaten lain di Madura yakni Pamekasan, Sampang dan Kabupaten Bangkalan belum ada.
Untuk sampai ke lokasi kerapan kambing membutuhkan perjalanan laut 8 jam dari Pelabuhan Kalianget, Sumenep. Itupun bila cuaca normal. Sesampainya di Pelabuhan Batuguluk Pulau Kangean masih memerlukan jasa ojek selama 1 jam perjalanan dengan kondisi jalan berbatu. Bila hujan deras, jalan yang akan dilalui dipastikan becek. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini