Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan bakal calon gubernur Banten Airin Rachmi Diany unggul di seluruh survei Pilkada Banten 2024. Tidak hanya dari sisi popularitas (tingkat keterkenalan), tapi Airin juga memiliki elektabilitas (tingkat keterpilihan) yang unggul dibandingkan bakal calon lainnya.
"Menurut data survei LSI, Airin unggul di semua simulasi," ujar peneliti LSI Muhammad Adib dalam keterangan tertulis, Kamis (22/8/2024).
Data survei LSI menunjukkan jika head to head dengan Andra Soni, kandidat calon gubernur dari Partai Gerindra, elektabilitas Airin mencapai 77,3 persen. Sementara elektabilitas Andra sekitar 10 persen, dan yang belum menentukan pilihan 12,7 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, dalam simulasi berpasangan melawan pasangan bakal calon Andra Soni-Dimyati Natakusumah, duet Airin Rachmi Diany-Ade Sumardi mampu meraih elektabilitas hingga 73,7 persen. Sedangkan elektabilitas paslon Andra-Dimyati ada di kisaran 12,2 persen, dan yang belum menentukan pilihan 14,1 persen.
Survei dilakukan pada 27 Juli hingga 4 Agustus dengan metodologi survei tatap muka. Populasi warga Banten berusia 17 tahun ke atas dengan sampel sebanyak 800 orang. Menggunakan pola random sampling dengan toleransi kesalahan (margin of error) Β±3.5 persen. Tingkat kepercayaan 95 persen.
Diketahui, keunggulan Airin tidak lepas kinerja dan prestasinya saat menjabat sebagai Wali Kota Tangerang Selatan. Selain itu sosialisasi Airin sebagai cagub juga berhasil meningkatkan popularitasnya.
Popularitas Airin tercatat mencapai 92,7 persen dan disukai sebanyak 89,0 persen. Airin dikenal melalui berbagai media baik media massa, media sosial maupun media sosialisasi lainnya. Sebanyak 70,9 persen warga Banten juga mengaku pernah melihat spanduk atau baliho Airin.
Melihat fakta survei, maka terkesan anasir jika ada upaya meniadakan potensi kandidat potensial dengan elektabilitas tinggi, seperti Airin di Banten dan kandidat di daerah lainnya. Menjadi anomali dalam politik dan demokrasi.
Kemudian jika kemudian ada skema kotak kosong dalam pilkada, Adib menilai, tidak sehat untuk iklim demokrasi. "Sebab dengan skema kotak kosong, masyarakat sebetulnya tidak diberikan pilihan untuk pemimpin mereka ke depan," ujarnya.
(akd/akd)