Dia mengambil contoh Ganjar dan Ahok yang mengalami kekalahan. Dia menyebut faktor ketokohan keduanya juga diragukan oleh masyarakat.
"Seperti misalnya Ganjar atau Ahok lah kemarin itu kalah, itu kan orang juga lihat faktor individunya, personalnya seperti apa, endorsement ini atau dukungan ini kan juga jadi pengaruh tambahan akhirnya. Jadi variabelnya nggak tunggal, ada variabel calon yang dicalonkan sama pengaruh yang mendukung dan mengendorse," tutur dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan PKS dan PDIP soal Jokowi Effect
Sebelumnya, Juru Bicara PKS Muhammad Iqbal menilai Jokowi effect tidak akan berpengaruh pada Pilkada Jakarta. Menurut Iqbal, pemilih di Jakarta lebih rasional.
"Kalau di daerah yang pemilih rasional belum tentu, Jakarta, Aceh, Sumatera Barat, Medan, belum tentu. Tapi di daerah yang mungkin rasionalitasnya rendah itu mungkin bisa," kata Iqbal dalam program 'd'Rooftalk: Siasat Mengikat Anies dan RK' detikcom, Rabu (26/6).
Iqbal mengatakan PKS pernah bertarung dengan pasangan yang diendorse Jokowi. Dia kemudian membandingkan kinerja Anies Baswedan dengan Jokowi selama memimpin Jakarta.
"Saya kira di DKI kita pernah bertarung, artinya kita sangat kuat di situ, karena ini kan soal pemilih rasional, memang pemilih PKS terkenal di perkotaan, well educated, perumahan, dan kita melihat masyarakat Jakarta sudah bisa membandingkan pemerintahan Pak Jokowi dan Pak Anies," katanya.
"Pak Anies tuntas dia, Pak Jokowi di tengah jalan pindah, naik ke atas. Artinya banjir, dan janji-janji bisa terbukti dan merasakan," katanya.
Senada, Masinton juga mengungkit bagaimana Ahok-Djarot kalah padahal diendorse oleh Jokowi. Menurutnya, Pilkada Jakarta pemilihnya lebih mementingkan figur calon Gubernur dibandingkan tokoh yang mendukungnya.
"Khusus di Jakarta memang unik, Pilkada lalu yang namanya Pak Basuki Tjahaja Purnama dan Pak Djarot itu diendorse Presiden, ya kan, tapi kalah," kata Masinton dalam program 'd'Rooftalk: Siasat Mengikat Anies dan RK' detikcom.
(maa/gbr)