6. Pakar Tata Negara UI: Amicus Curiae Bukan Alat Bukti di Sidang MK
Megawati Soekarnoputri dan sejumlah tokoh lain mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam sengketa hasil Pilpres 2024 di MK. Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Dr Qurrata Ayuni, menjelaskan amicus curiae bukan bagian dari alat bukti dalam proses persidangan.
"Semua pengadilan boleh punya amicus curiea, tapi nggak bisa memberikan sebagai bentuk dari salah satu alat bukti ya, itu nggak dikenal. Kedua, sifatnya itu sebagai bentuk dukungan saja, karena itu kan sebenarnya sahabat pengadilan ya," ucap Qurrata kepada wartawan, Kamis (17/4).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan hakim MK tak bisa memasukkan pendapat amicus curiae sebagai bagian dari pertimbangan putusan. Dia mengatakan amicus curiae hanya bentuk dukungan moral bagi pengadilan.
"Itu bukan merupakan salah satu alat yang digunakan di dalam persidangan di MK, baik dari kedua belah pihak, baik dari pemohon maupun dari KPU," ucapnya.
Dia mengatakan amicus curiae ini bisa diajukan oleh siapa saja. Namun, katanya, amicus curiae tidak dapat digunakan sebagai tekanan terhadap MK karena hakim bersikap independen.
7. Direktur SPIN: Amicus Curiae Harusnya Suara Rakyat, Bukan yang Kalah-Tantrum
Megawati Soekarnoputri dan sejumlah tokoh lain mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam sengketa hasil Pilpres 2024 di MK. Pakar menilai amicus curiae mestinya datang dari suara rakyat, bukan pihak yang kalah dalam pilpres.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Lembaga Survey and Polling (SPIN) Igor Dirgantara. Dia mengatakan bahwa amicus curiae tidak datang dari pihak yang kalah dan 'tantrum'.
"Dalam sistem peradilan, amicus curiae merupakan pihak ketiga yang diberikan izin menyampaikan pendapatnya. Persoalannya adalah bahwa sejatinya yang bisa disebut teman pengadilan itu adalah suara rakyat, bukan pihak yang kalah dan 'tantrum' lalu merasa bisa jadi teman pengadilan," kata Igor kepada detikcom, Rabu (17/4).
Dia pun menyoroti pengajuan amicus curiae ini. Sebab, mestinya yang mengajukan tidak memiliki kepentingan hukum dengan pihak berperkara.
Dia mengatakan bahwa posisi Megawati jelas. Karena, Megawati merupakan Ketum PDIP, partai pengusung Ganjar-Mahfud. Mestinya, amicus curuae diajukan oleh mereka yang di luar perkara.
"Jelas di sini bahwa Megawati adalah Ketum PDIP yang mengusung paslon Ganjar Pranowo-Mahfud Md selaku pemohon sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dengan kata lain, amicus curuae harusnya merupakan suatu permohonan (opini) yang diajukan oleh pihak di luar perkara," katanya.
8. Pakar Hukum Soroti Mega Tulis Amicus Curiae sebagai WNI tapi Posisinya Ketum PDIP
Megawati Soekarnoputri mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam sengketa hasil Pilpres 2024 di MK. Posisi Megawati sebagai Ketum PDIP, partai pengusung pasangan Ganjar-Mahfud yang kini menjadi pihak pemohon dalam gugatan di MK menuai sorotan.
"Sebenarnya kurang pas kalau itu dimaksudkan sebagai AC (amicus curiae) lebih tepat dukungan moril beliau terhadap MK," kata Pakar Hukum Tata Negara Guru Besar di bidang Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Dr Nimatul Huda, saat dihubungi, Rabu (17/4).
Dalam amicus curiae Megawati memang menulis sebagai warga negara Indonesia. Namun, jabatannya sebagai Ketum PDIP selaku partai pengusung Ganjar-Mahfud dalam pilpres lalu sulit dipisahkan. Nimatul menilai surat Megawati ke MK seharusnya tidak dianggap sebagai amicus curiae.
"Memang dalam tulisan itu beliau menyebut sebagai warga negara Indonesia, tapi pemohon dalam sengketa pilpres salah satunya dari 03 yang didorong dan beliau ketuanya. Lebih tepatnya surat itu sebagai pandangan, harapan, support, dan doa mantan Presiden RI dan Ketum PDIP untuk MK agar on the track sebagai penjaga konstitusi dan demokrasi," katanya.
Nimatul juga menilai banyaknya amicus curiae yang diajukan dalam sengketa pilpres di MK tidak bisa mempengaruhi sikap dari para hakim. Dia meyakini hakim MK akan bebas dari intervensi pihak luar.
"Hakim termasuk Hakim MK tidak dapat dipengaruhi atau ditekan dari pihak luar dalam membuat keputusan. Keyakinan hakimlah yang nantinya menentukan kualitas putusannya," ujar Nimatul.
Lebih lanjut, Nimatul menilai amicus curiae nantinya hanya bisa berfungsi sebagai bentuk dukungan moril terhadap hakim-hakim MK.
(fas/fas)