4. Debat Ganjar vs Prabowo soal HAM
Pertanyaan masalah kasus HAM berat dilontarkan oleh capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo kepada Prabowo ketika diberi kesempatan bertanya oleh moderator. Ganjar memiliki dua pertanyaan perihal kasus HAM.
Pertama, Ganjar bertanya tentang 12 kasus pelanggaran HAM berat seperti Peristiwa 65, penembakan misterius, Talangsari, penghilangan paksa sampai Wamena.
"Saya ingatkan tahun 2009 DPR sudah mengeluarkan 4 rekomendasi pada saat itu kepada presiden. Satu, membentuk pengadilan HAM ad hoc. Yang kedua, menemukan 13 korban penghilangan paksa. Yang ketiga memberikan kompensasi dan pemulihan, dan yang keempat meratifikasi konvensi antipenghilangan paksa sebagai upaya pencegahan," kata Ganjar di KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, Ganjar bertanya ke Prabowo apakah akan membereskan masalah HAM berat dan membuat pengadilan HAM ad hoc. "Pertanyaan saya ada dua, kalau Bapak ada di situ apakah akan membuat pengadilan HAM dan membereskan rekomendasi DPR? Pertanyaan kedua, di luar sana banyak menunggu ibu-ibu, apakah Bapak bisa membantu menemukan di mana kuburnya yang hilang agar mereka bisa berziarah?" tanya Ganjar.
Prabowo pun menjawab, mengaku sudah berkali-kali menjawab masalah HAM berat. Bahkan, cawapres Ganjar yakni Mahfud Md sebagai Menko Polhukam juga sudah menjelaskan.
"Pak Ganjar, justru tadi Anda sebut tahun 2009 kan, jadi sekian tahun yang lalu kan, dan masalah ini ditangani oleh wakil presiden (Mahfud Md) Anda, ya jadi apalagi yang mau ditanyakan kepada saya, saya sudah menjawab berkali-kali, ada rekam digitalnya, saya sudah menjawab berkali-kali," jawab Prabowo.
Prabowo menuturkan masalah ini selalu ditanyakan setiap 5 tahun jika polling-nya naik.
"Bapak tahu data nggak? Bapak tanya ke kapolda tahun ini berapa orang hilang di DKI, ada mayat yang diketemukan beberapa hari yang lalu, dan sebagainya, come on Mas Ganjar, ya. Jadi saya tadi katakan saya merasa bahwa saya sangat keras membela hak asasi manusia," ujarnya.
Mendengar jawaban Prabowo itu, Ganjar menilai jawaban Prabowo tidak tegas. Padahal, menurutnya Prabowo dikenal sebagai sosok yang tegas.
Prabowo tidak setuju dengan anggapan Ganjar yang menyebut dirinya tidak tegas. Prabowo menegaskan jika dia terpilih maka dia akan menegakkan HAM.
Prabowo menilai Ganjar telah melontarkan pertanyaan tendensius. "Itu tendensius, Pak Ganjar, itu tendensius," ujar Prabowo.
5. Debat Prabowo Vs Anies soal Angin Tak Punya KTP
Isu yang juga sempat membuat ramai debat perdana capres yakni terkait angin tak punya KTP. Isu ini berangkat dari persoalan polusi udara.
Prabowo mulanya mempertanyakan terkait dana Rp 58 triliun untuk penanganan polusi udara untuk DKI Jakarta, tapi persoalan polusi udara tidak tuntas. Kemudian, Anies pun menjawab dengan menyinggung angin tak punya KTP.
Anies menyebut polusi di Jakarta tidak konsisten. Maka itu, ia menyebut bahwa angin tidak mempunyai KTP dan polusi mengikuti arah angin.
"Bila masalah polusi udara itu bersumber dari dalam kota Jakarta maka hari ini, besok, minggu depan akan konsisten akan terus kotor, tapi apa yang terjadi? Ada hari di mana kita bersih, ada hari di mana kita kotor. Ada masa Minggu pagi Jagakarsa sangat kotor, apa yang terjadi? Polusi udara tak punya KTP, angin tak ada KTP-nya," kata Anies di KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
"Angin itu bergerak dari sana ke sini. Ketika polutan yang muncul dari pembangkit listrik tenaga uap mengalir ke Jakarta maka Jakarta punya indikator, karena itu Jakarta mengatakan ada polusi udara. Ketika anginnya bergerak ke arah Lampung, ke arah Sumatera, ke arah Laut Jawa, di sana tidak alat monitor maka tidak muncul, dan Jakarta pada saat itu bersih," tambahnya.
Merespons hal itu, Prabowo mengatakan angin seharusnya tak bisa disalahkan. Dia menanyakan Anies soal langkah apa yang dilakukan dalam penanganan polusi dengan anggaran sebesar itu.
"Ya susah kalau kita menyalahkan angin dari mananya. Jadi saya bertanya, dengan anggaran segitu besar (Rp 58 triliun), langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk dengan real dalam 5 tahun mengurangi polusi juga, di mana rakyat Jakarta itu banyak yang mengalami sakit pernapasan," ujarnya.
"Jadi saya kira gampang menyalahkan angin, hujan dan sebagainya ya mungkin tidak perlu ada pemerintahan kalau begitu," sambungnya.
(rfs/imk)