Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat (PD), Didik Mukrianto, mengingatkan kejaksaan negeri (kejari) tak boleh tumpul dalam melakukan penindakan perkara pemilu di daerah. Didik menyampaikan hal itu dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin.
Didik mulanya menyinggung anggaran untuk desa yang kerap berbeda satu sama lain. Ia menilai penganggaran itu dilakukan secara subjektif bukan lantaran kebutuhan masing-masing desa.
"Tapi persoalannya Pak, banyak terjadi di dapil kami dalam konteks 1 desa atau saling bersebelahan dengan desa yang sama, cara penganggaran berbeda sangat subjektif tidak ada aturan, tidak ada kebijakan, tidak ada Pergub, tidak ada KPI-nya didasarkan kepada selera yang subjektif," kata Didik dalam rapat di Komisi III, Kamis (16/11/2023).
Didik menilai penganggaran yang berbeda ada maksud di baliknya. Ia mengklaim bisa saja anggaran yang lebih besar diberikan kepada kepala daerah yang bisa dikendalikan.
"Nah ini kan merugikan semuanya, Pak, ini pasti ada udang di balik batu pasti. Orang yang dianggap tidak bisa dikendalikan, kepala desa yang tidak bisa dikendalikan, pasti tidak diberi apa-apa. Ini jelas kebijakan yang salah, seorang kepala daerah karena anggarannya bukan anggaran pribadi tapi anggaran rakyat," ujarnya.
Ia meminta Kejari tak diam saja jika ada permasalahan serupa. Ia meminta pihak kejaksaan mengingatkan hal itu dan jangan tumpul terhadap pelaku.
"Akuntabilitas dan transparansi menjadi pertanyaan apakah kemudian kita jaksa-jaksa juga diam melihat itu? Jangan sampai kemudian rakyat juga berpikir Pak, karena Jaksa ini dapat hibah dari kepala daerah akhirnya Kejarinya jadi tumpul, ya. Jangan kalau memang ada kesalahan tolong ini juga diingatkan," kata dia.
Didik mengatakan di daerah pemilihannya, Jawa Timur, ada informasi beredar jika kepala daerah yang ingin mendapat bantuan keuangan desa (BKD) mesti mengumpulkan suara untuk calon. Menurutnya hal itu mesti dihentikan lantaran tak sesuai dengan demokrasi di RI.
"Ini dapil saya mohon diatensi, Pak. Bahkan Pak, terakhir, beredar di dapil saya setiap kepala desa yang mau menerima BKD suruh bikin pernyataan sekian suara untuk calon ini, calon ini, nyata itu," ujar Didik.
"Saya juga meskipun saya tidak yakin bahwa kepala daerah melakukan itu, tapi ini menjadi potret yang sangat buruk terhadap demokrasi kita dan perkembangannya. Bahkan jangan sampai kemudian menjadi konflik berikutnya," pungkasnya.
(dwr/maa)