Kedaulatan Tidak di Tangan Rakyat

Kedaulatan Tidak di Tangan Rakyat

- detikNews
Senin, 29 Sep 2008 09:04 WIB
Jakarta - Semua keterpurukan dari bangsa ini hanyalah suatu output dari suatu sistem yang salah. Kita melihat air di muara sungai keruh beracun. Jangankan diminum ikan saja tidak dapat hidup di situ. Tetapi, yang kadang kita lupakan adalah penyebabnya dari hal tersebut.

Setelah diamati ternyata di hulu sungai banyak limbah dibuang di sungai. Entah dari pabrik, rumah tangga, dan sebagainya. Demikian juga dengan kondisi negara yang terpuruk disebabkan hulu negara yang notabene di sistem kenegaraan semrawut atau pun kalau tidak bisa dikatakan salah.

Kita satu-satunya negara di dunia yang menganut sistem kenegaraan yang ganda atau campuran yang kemudian diberi nama ala Indonesia. Diakui atau tidak negara kita menganut pertengahan dari sistem otoriter dan demokrasi. Pun demikian demokrasi yang dipakai campuran dari parlementer dan presidensil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal konsep demikian belum terbukti di salah satu negara pun di dunia ini. Tapi, kita berani mengambil risiko dengan coba-coba.

Salah satu permasalahan mendasar bangsa adalah kedaulatan tidak di tangan rakyat.  Tetapi, di tangan partai. Padahal UUD '45 jelas menunjukkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kedaulatan.

Ini pun akibat amandemen UUD '45 yang belum menyentuh ruhnya. Dan celakanya lagi akibat amandemen Indonesia sekarang malah tidak mempunyai Kepala Negara. Yang ada adalah Kepala Pemerintahan Negara. Akibatnya kekuasaan Legislatif begitu kuat.

Kita tidak menyadari bahwa Trias Politika sudah memakan korban ribuan bahkan jutaan orang saling membunuh. Tetapi, oleh bangsa kita itu ditiadakan seolah-olah tidak berarti apa-apa.

Konsep Trias Politika menyebutkan bahwa ketiga lembaga tinggi negara Legislatif, Eksekutif, Yudikatif berada pada tataran yang sama tidak bisa saling menjatuhkan. Dan menurut Demokrasi di seluruh dunia bahwa Kepala Negara adalah lembaga tertinggi negara.

Dalam sistem Presidensil di mana pun di dunia termasuk (katanya) Indonesia Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Yang berarti rakyat mengikat kontrak dengan presiden terpilih tersebut selama 5 tahun. Bukan dengan partai yang membawanya. Dengan demikian Presiden tidak bisa diturunkan di tengah jalan dengan alasan apa pun selain kriminal.

Pun juga dengan pemilihan anggota legislatif. Dalam demokrasi presidensiil rakyat memilih gambar orang walaupun dalam naungan suatu partai. Berarti rakyat memberikan kepercayaan tersebut kepada orangnya. Bukan kepada partainya yang sudah pasti bila duduk di legislatif tidak bisa di-recall atau di panggil antar waktu.

Maka sudah jelas bahwa selama ini ada pembodohan terhadap rakyat secara sistematis. Berarti telah terjadi pengkhianatan kedaulatan. Kemudian perlu dipertanyakan adalah apa yang sebaiknya dilakukan rakyat setelah mengetahui bahwa selama ini dibodohi?

Arif Wijaya
Jl Cendana II / 16 A Kediri
arifwijaya39@yahoo.com
08113317273

(msh/msh)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads