108 Tahun Menyemai Gerakan Islah
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

108 Tahun Menyemai Gerakan Islah

Minggu, 21 Des 2025 13:39 WIB
Irfan Ahmad Fauzi
Waketum DPP PUI
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
108 Tahun Menyemai Gerakan Islah
Foto: Irfan Ahmad Fauzi, Waketum DPP PUI
Jakarta -

Warisan Nilai Pendiri PUI untuk Menyiapkan Generasi Penggerak Indonesia Emas 2045

Tanggal 21 Desember 2025 menandai 108 tahun perjalanan Persatuan Ummat Islam (PUI), sebuah perjalanan panjang yang melampaui usia republik dan menembus lintas zaman. Dalam rentang waktu lebih dari satu abad itu, PUI tidak sekadar bertahan sebagai organisasi, tetapi terus bergerak sebagai gerakan nilai. Di tengah perubahan sosial, politik, dan teknologi yang kian cepat, PUI tetap memelihara satu napas perjuangan yang sama: Islah sebagai jalan perbaikan umat dan bangsa.

Milad ke-108 ini bukan sekadar perayaan usia, melainkan momentum untuk meneguhkan kembali arah. Indonesia tengah bersiap menuju satu tonggak besar, Indonesia Emas 2045, dan pertanyaan mendasarnya adalah apakah bangsa ini memiliki generasi yang bukan hanya cerdas, tetapi juga berkarakter, berakar nilai, dan berorientasi kemaslahatan. Di titik inilah warisan nilai PUI menemukan relevansinya yang paling strategis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Islah sebagai Nilai Hidup dan Identitas Gerakan

Sejak awal kelahirannya, PUI memaknai Islah bukan sebagai slogan moral, tetapi sebagai kerangka berpikir dan bertindak. Islah dipahami sebagai proses perbaikan yang sadar, terencana, dan berkelanjutan-dimulai dari pembenahan manusia, lalu merambat ke pembenahan masyarakat. Dalam pandangan ini, agama tidak berhenti pada ritual, tetapi menjelma menjadi energi perubahan sosial yang nyata.

ADVERTISEMENT

Landasan teologis Islah ditegaskan dalam Al-Qur'an ketika Allah menyebut bahwa kebaikan sejati terletak pada upaya memperbaiki keadaan manusia. Spirit ini pula yang selaras dengan sabda Rasulullah ο·Ί bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi sesamanya.

Nilai tersebut hidup dalam tradisi PUI, menjadikan kesalehan tidak diukur semata dari ketaatan personal, tetapi dari sejauh mana ia melahirkan kemaslahatan sosial.

Warisan Pendiri PUI: Ulama yang Mendidik dan Menggerakkan

Gerakan Islah PUI tidak lahir dari ruang teori, melainkan dari pengalaman historis para pendirinya, terutama KH Abdul Halim dan KH Ahmad Sanusi. Keduanya menghadapi langsung realitas kebodohan, kemiskinan, dan penindasan kolonial, lalu menjawabnya dengan pendidikan, dakwah, dan pengorganisasian umat. Bagi mereka, Islam bukan alasan untuk berdiam diri, tetapi sumber keberanian untuk bertindak.

KH Abdul Halim menanamkan keyakinan bahwa pendidikan adalah jalan pembebasan umat. Melalui model pendidikan Santi Asromo, beliau memadukan agama, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian ekonomi dalam satu sistem terpadu.

Sementara itu, KH Ahmad Sanusi menunjukkan bahwa kemurnian tauhid harus melahirkan keteguhan sikap dan keberanian moral, bahkan ketika tekanan kolonial begitu kuat. Warisan keduanya menegaskan bahwa nilai yang tidak diwujudkan dalam gerakan akan kehilangan daya ubahnya.

Menyiapkan Generasi Penggerak Menuju Indonesia Emas 2045

Indonesia Emas 2045 membutuhkan generasi yang tidak hanya siap bekerja, tetapi siap menggerakkan perubahan. Bonus demografi tanpa fondasi nilai berisiko melahirkan generasi besar yang kehilangan arah. Karena itu, PUI memandang kaderisasi dan pendidikan generasi sebagai mandat sejarah, bukan sekadar program organisasi. Generasi Islah adalah mereka yang berakar pada tauhid, berilmu, berakhlak, dan mampu menjawab persoalan zaman dengan solusi yang bermartabat.

Generasi penggerak yang disiapkan PUI diarahkan untuk hadir di berbagai ruang strategis bangsa-pendidikan, ekonomi, sosial, dan kepemimpinan publik-dengan membawa nilai, bukan sekadar ambisi. Mereka diharapkan mampu mengubah ilmu menjadi amal, amal menjadi gerakan, dan gerakan menjadi kontribusi nyata bagi persatuan dan kemajuan Indonesia. Inilah bentuk Islah yang kontekstual dan relevan bagi masa depan bangsa.

Di usia 108 tahun, PUI memasuki fase baru sejarahnya. Jika abad pertama adalah masa menanam fondasi, maka abad kedua adalah masa memperluas dampak. Api Islah yang dinyalakan para pendiri harus terus dijaga, sekaligus diubah menjadi obor yang menerangi jalan generasi penerus.

Dengan meneguhkan nilai, menyiapkan generasi, dan menggerakkan Islah secara kolektif, PUI tidak hanya akan tetap relevan, tetapi akan menjadi bagian penting dari perjalanan Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.

Selamat Milad ke-108 PUI
Islah yang Diteguhkan Hari Ini, adalah Peradaban yang Dipanen Esok Hari

(imk/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads