Kami perlu menyampaikan klarifikasi atas pernyataan sejumlah LSM antara lain Amnesty Internasional, ICJR, YLBHI, LBH Masyarakat, LBH Jakarta. Klarifikasi ini penting demi menghindari kesalahpahaman terhadap KUHAP baru yang menurut kami sangat progresif dan merupakan koreksi total atas KUHAP lama yang bercorak represif.
Yang pertama, kritik bahwa DPR tidak pernah mengundang masyarakat sipil secara kolektif hanya per organisasi, undangan DPR bersifat formalitas, masukan masyarakat sipil tidak pernah didengarkan, proses pengesahan KUHAP baru dinilai tergesa-gesa dan menutup ruang kritik publik serta KUHAP baru mengancam kerja-kerja advokasi HAM.
Sejak awal pembahasan sampai dengan pengesahan RKUHAP Komisi III menerima setidaknya 93 elemen masyarakat sipil yang menyampaikan aspirasi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Tentu tidak mungkin mendengar masukan seluruh elemen masyarakat sipil tersebut secara bersamaan, karena keterbatasan ruangan dan perbedaan jadwal mereka. Namun kami pastikan proses penyerapan aspirasi setiap elemen masyarakat yang menghadiri RDPU berjalan maksimal. Anggota Komisi III mendengar masukan masyarakat, lalu menyampaikan pertimbangan dan penjelasan sikap masing-masing terhadap usulan tersebut.
Banyak usulan elemen masyarakat sipil yang diakomodir dan masuk sebagai norma pasal, mulai dari soal imunitas advokat dan penguatan advokat yang disusulkan oleh banyak organisasi advokat dan elemen masyarakat sipil lainnya, pengaturan hak disabilitas yang diusulkan oleh organisasi pembela hak disabilitas, pengaturan hak perempuan organisasi perempuan, perluasan praperadilan yang disusulkan ICJR sampai penghapusan pasal larangan peliputan media yang diusulkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Tuduhan proses pembahasan yang tergesa-gesa, sangat tidak benar. Draft RKUHAP sudah kami unggah di situs DPR RI sejak 18 Februari 2025 dan tentunya bisa diakses oleh publik. Proses pembahasan pasal berdasarkan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) dari pemerintah berlangsung di 8-10 Juli 2025 harusnya langsung berlanjut pengambilan keputusan tingkat pertama setelah 3 atau 4 hari perapian oleh Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi. Namun demi mengakomodir lebih banyak lagi masukan masyarakat maka pengambilan putusan tingkat pertama ditunda hingga pertengahan November 2025 atau sekitar hampir 4 bulan. Baru pengesahan tingkat pertama dilakukan tanggal 13 November 2025.
Pernyataan sejumlah LSM yang sangat tidak tepat adalah bahwa KUHAP baru mengancam kerja-kerja advokasi HAM. Kerja-kerja advokasi HAM justru akan semakin mudah karena adanya penguatan profesi advokat. Selain itu ada juga pengaturan keharusan adanya kamera pengawas dalam pemeriksaan, dan yang cukup penting adalah ancaman sanksi administrasi, etik dan pidana bagi aparat yang melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya.
Yang kedua kritik soal tidak ada aturan jelas soal denda damai tidak diketahui alurnya (pengadilan, polisi, jaksa). Aturan teknis pemidanaan harusnya setingkat undang-undang bukan turunan. ICJR juga mengatakan bahwa penangkapan kini tidak memerlukan izin hakim, cukup penilaian penyidik Polri - mekanisme kontrol melemah.
Kami dapat memastikan bahwa aturan lebih lanjut yang bersifat teknis soal denda damai akan tercantum dalam Peraturan Pemerintah yang akan selesai sebelum Januari 2026. Terkait soal penahanan yang tidak perlu izin hakim, hal tersebut bukanlah kemunduran karena di KUHAP yang lama juga tidak ada pengaturan izin hakim di awal penahanan. Namun syarat penahanan di KUHAP baru jauh lebih objektif daripada KUHAP lama yang hanya berdasarkan kekhawatiran subyektif penyidik bahwa tersangka atau terdakwa bisa melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.
Yang ketiga kritik bahwa DPR tidak pernah mempublikasikan draft KUHAP secara terbuka, DPR mempercepat pengesahan, mendesak Presiden untuk menerbitkan Perppu, KUHAP baru mengerdilkan kewenangan penyidik lainnya karena seluruh penyidikan harus atas rekomendasi Polri, KUHAP memungkinkan penggeledahan tanpa izin Pengadilan.
Sebagaimana sudah sering kami sampaikan bahwa Draft RUU KUHAP sudah kami unggah di situs DPR RI sejak 18 Juli 2025, dan setiap rapat terkait KUHAP mulai dari RDPU, Rapat Panja, Rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi berlangsung secara terbuka dan disiarkan secara langsung melalaui kanal TV Parlemen. Sehingga dengan demikian siapapun bisa mengakses dan mengetahui perkembangan pembahasan Draft RUU KUHAP. Desakan pemerintah mengeluarkan Perppu sangat tidak tepat karena Perpu hanya dikeluarkan jika terjadi kekosongan hukum. Soal tuduhan pengerdilan penyidik selain Polisi juga tidak tepat. KUHAP baru jelas mengakui dan mengakomodir penyidik lain selakan Polri. Justru KUHAP lama yang sama sekali tidak mengakomodir penyidik tertentu selain penyidik Polri. Dasar penggunaan istilah penyidik utama sudah sesuai dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 yang menyebut Polri bertanggung jawab dalam penegakan hukum.
Tuduhan adanya penggeledahan tanpa izin, sama sekali tidak benar. Yang ada hanya pengaturan situasi mendesak di mana penggeledahan bisa dilakukan terlebih dahulu, tetapi dalam waktu 2x 24 jam harus segera ada izin Ketua Pengadilan sebagaimana diatur Pasal 117 ayat (7).
Yang keempat, kritik soal pembelian terselubung yang mengintervensi ruang masyarakat. Hal tersebut tidak benar karena pembelian terselubung hanya bisa dilakukan dalam tindak pidana narkotika dan psikotropika, sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 16.
Habiburokhman, Ketua Komisi III DPR RI.
(yld/yld)