Pemerintah Indonesia tanggal 17 Oktober 2025 meluncurkan Program Magang Lulusan Perguruan Tinggi, sebuah inisiatif besar untuk mempercepat penyerapan tenaga kerja muda dan menjembatani dunia pendidikan dengan dunia kerja nyata.
Program ini memiliki durasi enam bulan, dengan target 100.000 peserta pada tahun 2025 dan 100.000 peserta lagi pada 2026. Untuk 2025, Batch 1 dibuka hingga 15 Oktober dengan target 20.000 peserta, disusul Batch 2 pada November untuk 80.000 peserta tambahan.
Saat meluncurkan program tersebut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan 1.666 perusahaan sudah memposting 26.181 lowongan. Dan 156.159 pelamar sudah melakukan pendaftaran. Belum dimulai pun, program ini sudah over-subscribed baik dari sisi pencari kerja maupun dari perusahaan.
Dari semangatnya, program ini tidak hanya soal magang, tetapi tentang pemihakan terhadap masa depan generasi muda Indonesia. Ia hadir sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa transisi dari dunia kampus ke dunia kerja tidak menjadi ruang kosong yang melahirkan frustrasi dan kehilangan arah.
Di tengah perlambatan ekonomi global, disrupsi teknologi, ketegangan geopolitik, dan tantangan dunia kerja yang makin kompleks, langkah ini layak diapresiasi sebagai kebijakan yang visioner, realistis, dan humanis.
Menjawab Tantangan Pengangguran Kaum Muda
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2025 menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia sebesar 4,76 persen. Ini Adalah TPT yang terendah yang pernah dicapai Indonesia dalam dua dekade terakhir. Sebuah capaian yang patut diapresiasi.
Meski demikian, tantangan utamanya bukan hanya pada besaran angka, melainkan pada struktur pengangguran. BPS mencatat bahwa pengangguran paling tinggi terjadi di kelompok usia muda (15-24 tahun), yang mencapai 16,16 persen, jauh di atas rata-rata nasional.
Lebih dalam lagi, pengangguran didominasi oleh lulusan SMA, SMK, dan perguruan tinggi. TPT tamatan SMK mencapai 8,00 persen, SMA 6,35 persen, dan pendidikan tinggi (Diploma IV/S1/S2/S3) sebesar 6,23 persen. Artinya, semakin tinggi pendidikan seseorang, tidak semakin mudah mendapatkan pekerjaan. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kompetensi akademik dan kebutuhan industri.
Penganggur laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, dengan TPT laki-laki 4,98 persen dan perempuan 4,41 persen. Provinsi-provinsi padat seperti Jawa Barat (6,74 persen), Banten (6,64 persen), dan DKI Jakarta (6,18 persen) juga memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi dari angka nasional.
Di daerah-daerah tersebut, urbanisasi yang tinggi dan keterbatasan lapangan kerja formal seringkali menimbulkan ketimpangan baru antara ekspektasi dan realitas pasar kerja.
Bila dibiarkan, kesenjangan ini bisa menimbulkan masalah sosial yang serius. Lulusan muda yang pintar namun menganggur dan kehilangan arah di awal karier bisa menjadi sumber energi negatif bagi produktivitas dan stabilitas sosial.
Magang Sebagai Jembatan Ekonomi dan Sosial
Program magang nasional ini hadir untuk mengubah "waiting period" seorang lulusan perguruan tinggi menjadi "learning period". Selama enam bulan, para lulusan perguruan tinggi akan ditempatkan di berbagai perusahaan, BUMN, hingga lembaga publik, guna mendapatkan pengalaman kerja nyata, bimbingan profesional, serta jejaring karier yang luas.
Bagi peserta, manfaatnya sangat nyata: meningkatkan employability, mengenali budaya kerja, dan membangun soft skills yang tidak selalu diajarkan di kampus. Bagi dunia usaha, ini kesempatan untuk mengakses talenta muda yang adaptif dan berpotensi menjadi tenaga kerja tetap di masa depan. Dan bagi pemerintah, ini adalah investasi sosial untuk mengurangi pengangguran, memperkuat produktivitas, dan membentuk tenaga kerja muda yang siap bersaing global.
Dari perspektif Kadin Indonesia, program ini juga merupakan contoh kemitraan strategis antara negara dan sektor swasta, turunan langsung dari prinsip Indonesia Incorporated yang sering disampaikan Presiden Prabowo. Dunia usaha dapat berperan aktif tidak hanya sebagai penyedia tempat magang, tetapi juga sebagai mentor dan akselerator karier.
Dengan keterlibatan asosiasi bisnis, BUMN, hingga startup digital, program ini berpotensi menciptakan "ekosistem pembelajaran kerja nasional" yang inklusif dan berkelanjutan.
Momentum Kebijakan Progresif di Tengah Perlambatan Global
Dunia tengah menghadapi perlambatan ekonomi dan ketidakpastian pasar tenaga kerja, dari dampak geopolitik hingga disrupsi teknologi. Banyak negara bahkan mengalami youth unemployment crisis. Di Spanyol, tingkat pengangguran nasional mencapai 10,3 %, sedangkan pengangguran pemuda 25,5 %. Di Afrika Selatan, angka pengangguran nasional 32,1 %, dan pengangguran pemuda 59,4 %. Di Prancis, tingkat pengangguran pemuda terkini 18,1 %, dan di Kanada ~14,7 %.
Di tengah situasi ini, Indonesia justru menunjukkan arah kebijakan yang proaktif: mengubah tantangan demografi muda menjadi bonus produktif.
Sebagai negara dengan lebih dari 70 juta penduduk muda usia kerja, Indonesia memiliki peluang luar biasa untuk mengubah potensi ini menjadi kekuatan ekonomi yang riil. Namun, bonus demografi tidak otomatis menghasilkan kemakmuran tanpa strategi penyaluran yang tepat. Program magang nasional ini adalah instrumen kebijakan publik yang cerdas: mempertemukan sisi penawaran (lulusan muda) dengan sisi permintaan (kebutuhan dunia kerja).
Tantangan dan Harapan
Tentu, keberhasilan program ini bergantung pada kualitas implementasi dan koordinasi lintas lembaga. Tantangan utamanya meliputi penyediaan tempat dan peran magang yang relevan dengan kualifikasi peserta, sistem sertifikasi yang kredibel, serta insentif yang memadai bagi perusahaan penyelenggara yang mesti mengalokasikan waktu untuk membimbing pemagang.
Pengawasan dan evaluasi juga harus memastikan bahwa magang tidak berubah menjadi bentuk eksploitasi tenaga kerja murah, melainkan tetap berfokus pada pembelajaran dan peningkatan kapasitas.
Kadin Indonesia Institute melihat peluang untuk memperkuat program ini lewat kolaborasi dengan platform pelatihan industri, inkubator bisnis, dan pusat karier kampus. Kami juga mendorong agar pengalaman magang diakui sebagai bagian dari rekam jejak profesional resmi, termasuk dalam sistem kredit pelatihan nasional yang tengah disiapkan pemerintah.
Dari Magang Menuju Masa Depan
Program Magang Lulusan Perguruan Tinggi bukan hanya solusi teknis terhadap pengangguran, melainkan strategi peradaban untuk menyiapkan generasi Indonesia yang tangguh, produktif, dan berdaya saing. Ia menjawab kebutuhan jangka pendek-mengurangi pengangguran-sekaligus membangun fondasi jangka panjang berupa kemandirian karier dan budaya kerja yang adaptif.
Kami mengapresiasi langkah pemerintah yang menempatkan generasi muda di pusat strategi pembangunan ekonomi nasional. Pencapaian Indonesia Emas 2045 sangat tergantung dari bagaimana kita mengelola bonus demografi dan membangun modal manusia, khususnya generasi muda.
Di tengah dunia yang berubah cepat, magang bukan sekadar pengalaman kerja, tetapi perjalanan pembentukan karakter dan kemampuan bangsa.
Mulya Amri. Direktur Eksekutif Kadin Indonesia Institute.
Simak juga Video: Magang Nasional Batch II Dibuka November, Kuota 80 Ribu Orang
(rdp/tor)