Harapan dari Jakarta, Sinisme dari Washington: Dua Nada di Sidang Majelis Umum PBB
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Harapan dari Jakarta, Sinisme dari Washington: Dua Nada di Sidang Majelis Umum PBB

Rabu, 24 Sep 2025 21:44 WIB
Bawono Kumoro
Bawono Kumoro. Peneliti Indikator Politik Indonesia.
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Presiden Prabowo saat berpidato di Sidang Umum ke-80 PBB, Selasa (23/9).
Presiden Prabowo saat berpidato di Sidang Umum ke-80 PBB, Selasa (23/9). (Foto: YouTube Sekretariat Presiden)
Jakarta -

Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun ini menghadirkan dua nada sangat berbeda. Dari Jakarta, Presiden Prabowo Subianto menyuarakan optimisme, solidaritas, dan keyakinan akan masa depan yang lebih baik. Dari Washington, Donald Trump tampil dengan kritik pedas, sinisme, dan nada skeptis terhadap tatanan dunia. Dua pidato itu menjadi cermin dua jalan yang kini dihadapi dunia: jalan harapan atau jalan kecurigaan.

Pidato Prabowo Subianto di forum PBB seakan menghidupkan kembali semangat Bung Karno saat menyampaikan pidato legendaris To Build the World Anew pada 1960. Dengan tenang namun tegas, Prabowo mengingatkan dunia agar tidak kembali ke hukum rimba-di mana yang kuat berbuat sekehendaknya, sementara yang lemah menanggung penderitaan.

Prabowo memilih untuk mendukung penuh keberadaan PBB, menegaskan bahwa kerja sama multilateral adalah satu-satunya jalan menuju dunia yang adil. Ia menyoroti penderitaan Palestina, menyerukan solidaritas global, dan mengajak dunia untuk bertindak nyata menghadapi perubahan iklim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami di Indonesia sudah merasakan dampak perubahan iklim. Kami memilih bertindak sekarang, bukan sekadar slogan," tegas Prabowo. Ini bukan sekadar retorika, melainkan ajakan untuk percaya bahwa masa depan masih bisa diselamatkan jika dunia bersatu.

Trump: Kritik, Sinisme, dan Distrust

Hanya beberapa menit sebelum Prabowo, Donald Trump berada di podium yang sama dengan nada yang nyaris berlawanan. Alih-alih membangun harapan, Trump melempar kritik tajam. Ia menuding PBB tidak relevan, menyebut tatanan global gagal melindungi kepentingan Amerika Serikat, bahkan meremehkan ancaman krisis iklim sebagai "histeria" yang menguras uang rakyat.

ADVERTISEMENT

Nada Trump bukanlah ajakan untuk bekerja sama, melainkan seruan untuk memutus jarak dari dunia. Pesannya jelas: Amerika Serikat hanya untuk Amerika Serikat. Sikap ini menimbulkan resonansi negatif bagi negara-negara yang sedang berjuang mencari solusi kolektif atas konflik, kelaparan, dan krisis iklim.

Perbandingan ini menegaskan perbedaan mendasar antara dua pemimpin: Prabowo memilih menjadi jembatan, Trump memilih menjadi tembok. Prabowo mengajak dunia membangun masa depan bersama, Trump mempertanyakan nilai kerja sama itu sendiri.

Kita sebagai bangsa patut berbangga. Prabowo hadir sebagai suara Global South yang fasih berbicara tentang keadilan dan perdamaian, menghadirkan harapan di tengah pesimisme dunia. Di forum PBB, ia menunjukkan bahwa Indonesia bukan sekadar penonton, melainkan penggerak moral yang mampu menginspirasi.

Ketika dunia dihadapkan pada dua nada, yaitu harapan dari Jakarta dan sinisme dari Washington, kita memilih untuk berdiri di sisi harapan. Karena hanya harapan yang dapat menjadi bahan bakar untuk membangun dunia yang baru, adil, dan damai.

Bawono Kumoro. Peneliti Indikator Politik Indonesia.

Lihat juga Video: Serangan dan Dukungan Trump ke PBB

(fca/fca)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads