Kolom

Prabowo di Beijing: Antara Timur, Barat dan Framing Media Luar

Agung Baskoro - detikNews
Jumat, 05 Sep 2025 17:56 WIB
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro (Foto: Dok Pribadi)
Jakarta -

Kehadiran Presiden RI, Prabowo Subianto, dalam perayaan Hari Nasional Tiongkok di Beijing awal September lalu menyedot perhatian publik internasional, sekaligus memunculkan perdebatan di dalam negeri. Media Tiongkok menampilkan Prabowo berdiri sejajar dengan Presiden Xi Jinping, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di tribun kehormatan. Namun, harian Jepang Yomiuri Shimbun justru hanya menyorot "trio blok Timur" itu, tanpa menyertakan Prabowo.

Sebagian masyarakat di Indonesia sempat mempersoalkan absennya Prabowo dalam pemberitaan media Jepang. Ada yang tergoda untuk menyimpulkan bahwa Indonesia diabaikan. Padahal, jika kita memahami logika framing media internasional, perbedaan sorotan tersebut justru wajar, bahkan menguntungkan posisi diplomatik Indonesia.

Framing Media dan Kepentingan Nasional

Dalam studi komunikasi, framing berarti cara media membingkai realitas sesuai kepentingan dan audiensnya.

Media Tiongkok menampilkan Prabowo karena ingin menunjukkan bahwa perayaan Hari Nasional mereka diakui dunia. Kehadiran Indonesia memperkuat legitimasi bahwa acara tersebut bukan sekadar perayaan domestik, melainkan panggung global.

Media Jepang, sebaliknya, memilih fokus pada Xi, Putin, dan Kim. Mengapa? Karena acara ini secara resmi disebut "peringatan 80 tahun kemenangan dari fasis Jepang". Bagi publik Jepang, trio itulah yang relevan sebagai musuh tradisional dalam memori sejarah Perang Dunia II.

Dengan kata lain, absennya Prabowo dalam framing media Jepang bukan berarti Indonesia tidak penting, melainkan karena editorial mereka sedang menegaskan narasi historis yang spesifik.

Indonesia Bukan Bagian dari Blok Timur

Yang tidak boleh dilupakan adalah posisi Indonesia. Kita bukan bagian dari blok Timur maupun blok Barat. Sejak era Bung Karno, Indonesia memegang teguh prinsip bebas-aktif yang kemudian menjadi fondasi Gerakan Non-Blok.

Justru karena posisi itulah, Prabowo bisa hadir di Beijing tanpa kehilangan legitimasi di mata negara Barat. Indonesia dihormati di Timur, namun tetap diterima di Barat. Inilah keseimbangan diplomasi yang jarang dimiliki negara berkembang lain.

Sayangnya, framing media asing sering dipelintir di dalam negeri menjadi narasi keliru. Ada yang terburu-buru menilai Indonesia diabaikan, padahal posisi Prabowo di podium justru sangat strategis, berdiri tepat di samping Vladimir Putin. Tidak semua kepala negara mendapat posisi itu.

Kehadiran kepala negara lain banyak, tetapi tidak semuanya terlihat jelas di media. Maka, publik Indonesia sebaiknya jangan merendahkan diri sendiri dengan menelan mentah-mentah framing asing.

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, Indonesia justru diuntungkan oleh posisinya yang non-blok, tapi strategis. Kita bisa hadir di panggung global tanpa terseret ke dalam polarisasi. Kehadiran Prabowo di Beijing membuktikan bahwa Indonesia tetap dipandang sebagai negara besar, penting, dan disegani.

Perbedaan framing media internasional malah menegaskan posisi unik Indonesia: dihormati di Timur, tidak dicurigai di Barat. Inilah warisan diplomasi bebas-aktif yang masih relevan hingga hari ini.

Agung Baskoro, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis.

Tonton juga video "Prabowo, Putin, dan Kim Jong Un Hadiri Undangan Xi jinping di China" di sini:




(yld/yld)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork